Kamis, 07 Januari 2016

STH



PARASITIOLOGI
(Teori)
AAK LOGO.jpg
Soil Transmitted Helminth
OLEH :
Nama                  : Yani Ode Karim
NIM                   : AK.14.060
Kelas                  : Analis B



AKADEMI ANALIS KESEHATAN
KENDARI
2015
KATA PENGANTAR

Bismillahi rahmani rahiim
Saya ucapkan puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya,  saya dapat menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi anda yang membacanya. Sesungguhnya makalh ini tidaklah sempurna, karena kita manusia tidak ada yang sempurna dan juga tidak luput dari kesalahan, hanyalah Tuhanlah yang sempurna yang telah menciptakan alam dan bumi beserta isinya termaksud kita semua. Maka dari itu saya mengucapkan banyak kata maaf atas kekurangan dari makalah ini. Dan saya mengucapkan banyak terima kasih kepada anda yang telah menyempatkan waktu untuk membaca makalah yang telah sya buat.







Halaman Depan……………………………………………………    1
Kata pengantar.................................................................................          2
Daftar isi...........................................................................................         3
Bab 1 Pendahuluan...........................................................................         4
          Latar belakang........................................................................ 4
Tujuan.....................................................................................        
Bab 2 Pembahasan............................................................................         6
          Pengertian.............................................................................. 6
          Klaifikasi................................................................................ 6
          Golongan cacing  STH........................................................... 7
Bab 3 Penutup................................................................................  11
          Kesimpulan............................................................................ 11
          Saran........................................................................................        11
Daftar pustaka..........................................................................,.........       12



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematode yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk infektif. Di Indonesia golongan cacing ini yang amat penting dan menyebabkan masalah kesehatan pada masyarakat adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides) penyakitnya disebut Ascariasis, cacing cambuk (Trichuris trichiura) penyakitnya disebut Trichuriasis, Strongyloide stercoralis penyekitnya disebut Strongiloidiasis cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) penyakitnya disebut Ankilostomiasis dan Nekatoriasis.
Infeksi STH ditemukan tersering di daerah iklim hangat dan lembab yang memiliki sanitasi dan hygiene buruk. STH hidup di usus dan telurnya akan keluar melalui tinja hospes. Jika hospes defekasi di luar (taman, lapangan) atau jika tinja mengandung telur dubuahi maka telur tersebut akan tersimpan dalam tanah. Telur menjadi infeksius jika telur matang.
Parasites Load adalah ukuran jumlah parasit pada suatu organisme. Jumlah parasit total pada organisme diukur dengan cara membuat perbandingan antara parasit pada sampel yang di dapat terhadap jumlah total parasit pada  organisme tersebut.13 Untuk mengukur jumlah parasit STH dan jenis cacing pada manusia digunakan metode kuantitatif Kato-Katz. Metode kualitatif hanya menentukan ada tidaknya cacing.
Cacing jenis STH mempunyai siklus hidup yang berbeda-beda. Larva Ascaris lumbricoides dapat hidup di tanah selama beberapa tahun, dan baru tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam tubuh hospes. Namun secara teori memerlukan waktu 2 bulan untuk tumbuh dan berkembang dari telur menjadi dewasa. Cacing dewasa betina dapat bertelur kira-kira 200.000 butir perhari. Cacing Tricuris trichura untuk tumbuh dan berkembang menjadi cacinga dewasa membutuhkan waktu 30-90 hari dan cacaing betina dewasa dapat bertelur sebanyak 9.000-10.000 butir perhari. Cacing Strongyloides stercoralis dan cacaing tambang bertelur 9.000-10.000 butir perhari.

B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian STH
2.      Untuk mengetahui klasifikasi STH
3.      Untuk mengatahui golongan cacing yang termaksud STH


PEMBAHASAN

A.    Pengertian STH
Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing perut  yang penularannya melalui tanah yaitu A. lumbricoides, T. trichiura, cacing tambang dan S. Stercoralis (Soedarto, 1991).

B.     Klasifikasi STH



C.    Golongan nematode STH
1.      Ascaris lumbricoides (cacing tambang)
·         Morfologi
Cacing betina panjangnya 20 – 35 cm, sedangkan cacing jantan 15-30 cm. Cacing dewasanya hidup di usus halus. Pada cacing jantan ujung  posteriornya melengkung ke arah ventral, dan dua buah spekulen berukuran 2 mm, sedangkan pada cacing betina bagian posteriornya membulat dan lurus, dan ½ pada anterior tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya berwarna putih sampai kuning kecoklatan.  Telur mempunyai empat bentuk, yaitu tipe dibuahi (fertilized),  tidak dibuahi (afertillized), matang,dan dekortikasi. Telur yang dibuahi  besarnya (60x45 mikron, dinding tebal  terdiri dari dua lapis. Lapisan  luarnya terdiri dari jaringan albuminoid, sedangkan lapisan dalam jernih. Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan lebih panjang dari pada tipe yang dibuahi, besarnya 90x40 mikron, dan dinding luarnya lebih tipis. Telur matang berisi larva (embrio). Telur yang dekortikasi tidak dibuahi tetapi lapisan luarnya (albuminoid) sudah hilang (Jangkung Samidjo, 2001).
·         Epidemiologi
Telur Ascaris berkembangbiak pada tanah liat yang mempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25-30ยบC pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu (Jangkung Samidjo, 2001).
2.      Trichuris trichuira
·         Morfologi
Panjang cacing betina antara 35-50, sedangkan cacing jantan 30-40 mm. Bentuknya seperti cambuk, bagian anterior kecil seperti benang sedang bagian posteriornya, kira-kira 2/5 (dua perlima) dari panjang cacing, jadi lebih besar. Biasanya menempati daerah cecum dan appendix (Indan Entjang, 2003). Telurnya berukurar 50-54x32 mikron. Bentuknya seperti tempayan (tong) dan kedua ujungnya dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mukus yang jernih. Kulit luar telur berwarna kuning trengguli dan bagian dalam jernih. Telur berisi sel telur (dalam tinja segar). Telur yang sudah dibuahi di alam dalam waktu 3 sampai 6 minggu akan menjadi matang (Jangkung Samidjo, 2001).

·         Epidemiologi
Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 30° C. Frekuensi infeksi di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan. frekuensinya berkisar antara 30%-90%. Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anak-anak. (Jangkung Samidjo, 2001)


3.      Cacing Tambang
·         Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindrik. Ukuran cacing betina 9-13 mm dan cacing jantan 5-10 mm. Bemuk N. americanus seperti huruf S, sedangkan A. duodenale seperti huruf C. rongga mulut kedua spesies cacing ini lebar dan terbuka. Pada N. americanus mulut dilengkapi gigi kitin, sedangkan pada A. duodenale dilengkapi dua pasang gigi berbentuk lancip. Kedua cacing ini, yang jantan ujung ekornya mempunyai bursa kopulatriks, sedangkan yang betina ujung ekornya urus dan lancip. Kedua spesies cacing dewasa ini secara morfologis mempunyai perbedaan yang nyata (terutama bentuk tubuh, rongga mulut, dan bursa kopulatriksnya). Telur kedua cacing ini keluar bersama-sama dengan tinja. Di dalam tubuh manusia, dengan waktu 1-1,5 jam telur telah menetas dan mengeluarkan larva Rabditiform yang panjangnya kurang lebih 250 mikron. rongga mulut panjang dan sempit, esofagus memiliki dua bulbus yang terletak 1/3 panjang tubuh bagiananterior. Selanjutnya dalam waktu kira-kira 3 hari, larva rabditiform berkembang menjadi larva filariforrn (bentuk infektif) yang panjangnya kira-kira 500 mikron, rongga mulut tertutup dan esofagus terletak panjang tubuh bagian anterior. Larva filariforrn dapat tahan di dalam tanah selama 7-8 minggu. Infeksi pada manusia terjadi apabila larva filariform menembus kulit atau tertelan,
·         Epidemiologi  
Cacing tambang berkembang baik pada tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan terlindungi dari sinar matahari langsung. Suhu optimum untuk pertumbuhan larva Necator americanus adalah 28°-30° C, sedangkan siihu optimum untuk pertumbuhan larva duodenale adalah 23°-25 C. (Jangkung Samidjo, 2001).
4.      Strongyloides stercoralis
·         Morfologi
Cacing yang terdapat pada manusia hanya yang berjenis betina dewasa. Bentuk cacing filiform, halus, tidak berwarna, dan berukuran kira-kira 2 mm. Daur hidup cacing ini lebih kompleks jika dibandingkan dengan Nematoda usus lainnya. Cacing ini berkembang biak secara partenogenesis, telurnya berbentuk lonjong, ukurannya 50-58x30-34 mikron dan dindingnya tipis. Telur yang berada di mukosa menetas menjadi larva rabditiform kemudian masuk ke rongga usus dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja (Jangkung Samidjo, 2001).
·         Epidemiologi
           Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat menguntungkan cacing Strongloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur, berpasir dan humus (Prof. dr. Srisasi Gandahusada, 1998).
                       
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematode yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk infektif. Di Indonesia golongan cacing ini yang amat penting dan menyebabkan masalah kesehatan pada masyarakat adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides) penyakitnya disebut Ascariasis, cacing cambuk (Trichuris trichiura) penyakitnya disebut Trichuriasis, Strongyloide stercoralis penyekitnya disebut Strongiloidiasis cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) penyakitnya disebut Ankilostomiasis dan Nekatoriasis.

B.     Saran
   Untuk mengurangi penyakit cacingan yang di sebabkan oleh nematode soil transmitted helminth, sebaiknya sauhkan anak dari tanah yang memungkinkan seorang anak akan terkena cacingan.
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Asmalar (2014), Nematoda STH available at http://asmalardianto.blogspot.com/2014/04/nematoda-sth.html

Nissa, Khaerun (2014) Soil Transmitter Helminth available at http://khaerunnisajuraerah.blogspot.com/2014/05/soil-transmitted- helminth.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar