PARASITIOLOGI
(Teori)
![AAK LOGO.jpg](file:///C:\Users\TOSHIBA\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Soil Transmitted Helminth
OLEH
:
Nama : Yani Ode Karim
NIM : AK.14.060
Kelas : Analis B
AKADEMI ANALIS KESEHATAN
KENDARI
2015
KATA PENGANTAR
Bismillahi
rahmani rahiim
Saya ucapkan puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya, saya dapat menyusun
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi anda yang
membacanya. Sesungguhnya makalh ini tidaklah sempurna, karena kita manusia
tidak ada yang sempurna dan juga tidak luput dari kesalahan, hanyalah Tuhanlah
yang sempurna yang telah menciptakan alam dan bumi beserta isinya termaksud
kita semua. Maka dari itu saya mengucapkan banyak kata maaf atas kekurangan
dari makalah ini. Dan saya mengucapkan banyak terima kasih kepada anda yang
telah menyempatkan waktu untuk membaca makalah yang telah sya buat.
Halaman Depan…………………………………………………… 1
Kata pengantar................................................................................. 2
Daftar
isi........................................................................................... 3
Bab 1
Pendahuluan........................................................................... 4
Latar
belakang........................................................................ 4
Tujuan.....................................................................................
Bab 2
Pembahasan............................................................................ 6
Pengertian.............................................................................. 6
Klaifikasi................................................................................ 6
Golongan
cacing STH........................................................... 7
Bab 3
Penutup................................................................................ 11
Kesimpulan............................................................................ 11
Saran........................................................................................ 11
Daftar
pustaka..........................................................................,......... 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
STH (Soil Transmitted
Helminth) adalah cacing golongan nematode yang memerlukan tanah untuk
perkembangan bentuk infektif. Di Indonesia golongan cacing ini yang amat
penting dan menyebabkan masalah kesehatan pada masyarakat adalah cacing gelang
(Ascaris lumbricoides) penyakitnya disebut Ascariasis, cacing
cambuk (Trichuris trichiura) penyakitnya disebut Trichuriasis, Strongyloide
stercoralis penyekitnya disebut Strongiloidiasis cacing tambang (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus) penyakitnya disebut Ankilostomiasis
dan Nekatoriasis.
Infeksi STH
ditemukan tersering di daerah iklim hangat dan lembab yang memiliki sanitasi
dan hygiene buruk. STH hidup di usus dan telurnya akan keluar melalui tinja
hospes. Jika hospes defekasi di luar (taman, lapangan) atau jika tinja
mengandung telur dubuahi maka telur tersebut akan tersimpan dalam tanah. Telur
menjadi infeksius jika telur matang.
Parasites Load adalah
ukuran jumlah parasit pada suatu organisme. Jumlah parasit total pada organisme
diukur dengan cara membuat perbandingan antara parasit pada sampel yang di
dapat terhadap jumlah total parasit pada
organisme tersebut.13 Untuk mengukur jumlah
parasit STH dan jenis cacing pada manusia digunakan metode kuantitatif
Kato-Katz. Metode kualitatif hanya menentukan ada tidaknya cacing.
Cacing jenis STH
mempunyai siklus hidup yang berbeda-beda. Larva Ascaris lumbricoides dapat
hidup di tanah selama beberapa tahun, dan baru tumbuh menjadi cacing dewasa di
dalam tubuh hospes. Namun secara teori memerlukan waktu 2 bulan untuk tumbuh
dan berkembang dari telur menjadi dewasa. Cacing dewasa betina dapat bertelur
kira-kira 200.000 butir perhari. Cacing Tricuris trichura untuk tumbuh
dan berkembang menjadi cacinga dewasa membutuhkan waktu 30-90 hari dan cacaing
betina dewasa dapat bertelur sebanyak 9.000-10.000 butir perhari. Cacing Strongyloides
stercoralis dan cacaing tambang bertelur 9.000-10.000 butir perhari.
B. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian STH
2. Untuk
mengetahui klasifikasi STH
3. Untuk
mengatahui golongan cacing yang termaksud STH
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
STH
Soil
transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya
melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing perut yang penularannya melalui tanah yaitu A.
lumbricoides, T. trichiura, cacing tambang dan S. Stercoralis (Soedarto, 1991).
B.
Klasifikasi
STH
![](file:///C:\Users\TOSHIBA\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image004.jpg)
C.
Golongan
nematode STH
1. Ascaris lumbricoides (cacing
tambang)
·
Morfologi
Cacing betina panjangnya 20 – 35 cm, sedangkan cacing jantan
15-30 cm. Cacing dewasanya hidup di usus halus. Pada cacing jantan ujung posteriornya melengkung ke arah ventral, dan
dua buah spekulen berukuran 2 mm, sedangkan pada cacing betina bagian posteriornya
membulat dan lurus, dan ½ pada anterior tubuhnya terdapat cincin kopulasi,
tubuhnya berwarna putih sampai kuning kecoklatan. Telur mempunyai empat bentuk, yaitu tipe
dibuahi (fertilized), tidak dibuahi
(afertillized), matang,dan dekortikasi. Telur yang dibuahi besarnya (60x45 mikron, dinding tebal terdiri dari dua lapis. Lapisan luarnya terdiri dari jaringan albuminoid,
sedangkan lapisan dalam jernih. Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan
lebih panjang dari pada tipe yang dibuahi, besarnya 90x40 mikron, dan dinding
luarnya lebih tipis. Telur matang berisi larva (embrio). Telur yang dekortikasi
tidak dibuahi tetapi lapisan luarnya (albuminoid) sudah hilang (Jangkung
Samidjo, 2001).
·
Epidemiologi
Telur Ascaris berkembangbiak pada tanah liat yang mempunyai
kelembaban tinggi dan pada suhu 25-30ยบC
pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam
waktu 2-3 minggu (Jangkung Samidjo, 2001).
2. Trichuris trichuira
·
Morfologi
Panjang cacing betina antara 35-50, sedangkan cacing jantan
30-40 mm. Bentuknya seperti cambuk, bagian anterior kecil seperti benang sedang
bagian posteriornya, kira-kira 2/5 (dua perlima) dari panjang cacing, jadi
lebih besar. Biasanya menempati daerah cecum dan appendix (Indan Entjang,
2003). Telurnya berukurar 50-54x32 mikron. Bentuknya seperti tempayan (tong)
dan kedua ujungnya dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mukus yang
jernih. Kulit luar telur berwarna kuning trengguli dan bagian dalam jernih.
Telur berisi sel telur (dalam tinja segar). Telur yang sudah dibuahi di alam
dalam waktu 3 sampai 6 minggu akan menjadi matang (Jangkung Samidjo, 2001).
·
Epidemiologi
Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan
suhu optimum kira-kira 30° C. Frekuensi infeksi di Indonesia tinggi, terutama
di daerah pedesaan. frekuensinya berkisar antara 30%-90%. Angka infeksi
tertinggi ditemukan pada anak-anak. (Jangkung Samidjo, 2001)
3. Cacing Tambang
·
Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindrik. Ukuran cacing betina 9-13
mm dan cacing jantan 5-10 mm. Bemuk N. americanus seperti huruf S, sedangkan A.
duodenale seperti huruf C. rongga mulut kedua spesies cacing ini
lebar dan terbuka. Pada N. americanus mulut dilengkapi gigi kitin, sedangkan
pada A. duodenale dilengkapi dua pasang gigi berbentuk lancip. Kedua cacing
ini, yang jantan ujung ekornya mempunyai bursa kopulatriks, sedangkan yang
betina ujung ekornya urus dan lancip. Kedua spesies cacing dewasa ini secara morfologis
mempunyai perbedaan yang nyata (terutama bentuk tubuh, rongga mulut, dan bursa
kopulatriksnya). Telur kedua cacing ini keluar bersama-sama dengan tinja. Di
dalam tubuh manusia, dengan waktu 1-1,5 jam telur telah menetas dan
mengeluarkan larva Rabditiform yang panjangnya kurang lebih 250 mikron. rongga
mulut panjang dan sempit, esofagus memiliki dua bulbus yang terletak 1/3
panjang tubuh bagiananterior. Selanjutnya dalam waktu kira-kira 3 hari, larva
rabditiform berkembang menjadi larva filariforrn (bentuk infektif) yang
panjangnya kira-kira 500 mikron, rongga mulut tertutup dan esofagus terletak
panjang tubuh bagian anterior. Larva filariforrn dapat tahan di dalam tanah
selama 7-8 minggu. Infeksi pada manusia terjadi apabila larva filariform menembus
kulit atau tertelan,
·
Epidemiologi
Cacing tambang berkembang baik pada tanah pasir yang gembur,
tercampur humus dan terlindungi dari sinar matahari langsung. Suhu optimum
untuk pertumbuhan larva Necator americanus adalah 28°-30° C, sedangkan siihu
optimum untuk pertumbuhan larva duodenale adalah 23°-25 C. (Jangkung Samidjo,
2001).
4. Strongyloides stercoralis
·
Morfologi
Cacing yang terdapat pada manusia hanya yang berjenis betina
dewasa. Bentuk cacing filiform, halus, tidak berwarna, dan berukuran kira-kira
2 mm. Daur hidup cacing ini lebih kompleks jika dibandingkan dengan Nematoda
usus lainnya. Cacing ini berkembang biak secara partenogenesis, telurnya
berbentuk lonjong, ukurannya 50-58x30-34 mikron dan dindingnya tipis. Telur
yang berada di mukosa menetas menjadi larva rabditiform kemudian masuk ke
rongga usus dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja (Jangkung Samidjo, 2001).
·
Epidemiologi
Daerah
yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat menguntungkan
cacing Strongloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Tanah yang
baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur, berpasir dan humus (Prof. dr.
Srisasi Gandahusada, 1998).
PENUTUP
A. Kesimpulan
STH (Soil Transmitted Helminth)
adalah cacing golongan nematode yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk
infektif. Di Indonesia golongan cacing ini yang amat penting dan menyebabkan
masalah kesehatan pada masyarakat adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
penyakitnya disebut Ascariasis, cacing cambuk (Trichuris trichiura)
penyakitnya disebut Trichuriasis, Strongyloide stercoralis penyekitnya
disebut Strongiloidiasis cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus) penyakitnya disebut Ankilostomiasis dan Nekatoriasis.
B. Saran
Untuk mengurangi penyakit cacingan
yang di sebabkan oleh nematode soil transmitted helminth, sebaiknya sauhkan
anak dari tanah yang memungkinkan seorang anak akan terkena cacingan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto,
Asmalar (2014), Nematoda STH
available at http://asmalardianto.blogspot.com/2014/04/nematoda-sth.html
Nissa,
Khaerun (2014) Soil Transmitter Helminth
available at http://khaerunnisajuraerah.blogspot.com/2014/05/soil-transmitted- helminth.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar