PEMERIKSAAN
I
I.
Hari / Tanggal : Senin, 11 April
2016
II.
Judul :
Pemeriksaan Widal
III.
Tujuan : Untuk mengetahuiadanya antibody spesifik
dengan
bakteri
salmonella dan membantu diagnosis demam
typoid
IV.
Metode : Slide
V.
Prinsip : Adanya antibody salmonella pada sampel serum
akan bereaksi dengan
antigen yang terdapat pada reagen widal sehingga menyebabkan reaksi aglutinasi
VI.
Landasan teori
Diagnosis demam tifoid sering
ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis dan tes serologis saja. Uji Widal
merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih digunakan secara
luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Widal adalah uji
diagnosis serologi untuk demam enterik yang ditemukan pada tahun 1896 oleh
Georges Fernand Isidore Widal. Reaksi aglutinasi ini menunjukkan
adanya lipopolisakarida (LPS),somatik (O) dan flagella (H) dari Salmonella
thypii dalam serum dari pasien yang menggunakan suspensi O dan H
antigen. Kit komersil yang tersedia adalah untuk antigen Salmonella
thypii para-A, B dan C. Salah satu kelemahan utama dari uji widal
adalah reaktivitas silang karena yang beberapa bakteri lain
yang memiliki genus sama sering menghasilkan hasil positif palsu,
sehingga hasil positif harus berkorelasi secara klinis sebelum
meresepkan obat.Jadi, tes widal adalah pilihan untuk demam tifoid terutama di
daerah pedesaan (Aziz dan Haque, 2012).
Uji Widal ada dua macam yaitu uji
Widal tabung yang membutuhkan waktu inkubasi semalam dan uji Widal peluncuran
yang hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja. Umumnya sekarang lebih
banyak digunakan uji Widal cara meluncurkan, karena merupakan uji serologis
yang cepat dan mudah dalam melaksanakannya. Sensitivitas dan terutama
spesifisitas tes ini amat dipengaruhi oleh jenis antigen yang digunakan.
Menurut beberapa peneliti uji Widal yang menggunakan antigen yang dibuat dari
jenis strain kuman asal daerah endemis (lokal) memberikan sensitivitas dan
spesifisitas yang secara bermakna lebih tinggi daripada bila dipakai antigen
yang berasal dari strain kuman asal luar daerah endemis (impor) (Baron et
al.,1994). Uji Widal sampai sekarang masih digunakan secara
luas terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun mempunyai
banyak keterbatasan dan penafsiran uji Widal, untuk menegakkan diagnosis demam
tifoid harus hati-hati karena beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaannya. Yaitu antara lain keadaan gizi, saat pemeriksaan, pengobatan
antibiotica yang mendahuluinya, daerah endemis, status imunologis, vaksinasi,
penggunaan obat imunosupresif, reaksi silang serta teknik pemeriksaan
(Pang et al.,1997).
Kegunaan uji Widal untuk diagnosis
demam tifoid masih kontroversial di antara para ahli karena hasil yang
berbeda-beda. Uji Widal bernilai diagnosis yang tinggi untuk demam tifoid
(94,3%), asalkan dapat diketahui titer antibodi di orang normal dan penderita
demam nontifoid. Pang dan Puthucheary mengatakan bahwa uji Widal masih
merupakan pilihan cara yang praktis sehubungan kesulitan dalam memeriksa
bakteri di negara berkembang (Pang et al.,1997). Hampir semua ahli
sepakat bahwa kenaikan titer aglutinin 4 kali terutama aglutinin O atau
aglutinin H dalam jangka waktu 5–7 hari bernilai diagnostik amat penting untuk
demam tifoid. Sebaliknya peningkatan titer aglutinin yang tinggi pada satu kali
pemeriksaan Widal terutama aglutinin H tidak memiliki arti diagnostik yang
penting untuk demam tifoid. Namun demikian, masih dapat membantu menegakkan
diagnosis demam tifoid di penderita dewasa yang berasal dari daerah nonendemik
atau anak umur kurang dari 10 tahun dari daerah endemik. Sebab di kelompok
penderita ini kemungkinan terkena S.typhi dalam dosis subterinfeksi masih amat
kecil. Di orang dewasa atau anak di atas 10 tahun yang bertempat tinggal di
daerah endemik kemungkinan untuk menelan S. typhi dalam dosis subterinfeksi
lebih besar, sehingga uji Widal dapat memberikan ambang atas titer rujukan yang
berbeda-beda antar daerah endemik yang satu dengan yang lainnya. Bergantung
dari derajat endemisnya dan juga perbedaan keadaan antara anak di bawah umur 10
tahun dan orang dewasa. Uji Widal masih diperlukan untuk menunjang diagnosis
demam tifoid, ambang atas titer rujukannya baik anak maupun orang dewasa perlu
ditentukan. Besar titer antibodi yang bermakna untuk diagnosis demam tifoid di
lndonesia belum terdapat kesesuaian. Dari hasil beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kegunaan uji Widal untuk diagnosis demam tifoid bergantung prosedur yang
digunakan di masing-masing rumah sakit atau laboratorium. Uji Widal
dianggap positif bila titer antibodi 1/160, baik untuk aglutinin O maupun H
dengan kriteria diagnostik tunggal atau gabungan. Bila dipakai kriteria tunggal
maka aglutinin O lebih bernilai diagnostik daripada aglutinin H (Handojo, I,
1982).
Antibodi (immunoglobulin) adalah
sekelompok lipoprotein dalam serum darah dan cairan jaringan pada mamalia.
Antibodi memiliki lebih dari satu tempat pengkombinasian antigen. Kebanyakan
antibodi makhluk hidup mempunyai 2 tempat pengkombinasian yang disebut bivalen.
Beberapa antibodi bivalen dapat membenuk beraneka antibodi yang mempunyai lebih
dari 10 tempat pengkombinasian antigen (Volk Wheeler, 1984).
Antigen adalah bahan yang asing
untuk badan, terdapat dalam manusia atau organisme multiseluler lain yang dapat
menimbulkan pembentukan antibodi terhadapnya dan dengan antibodi itu antigen
dapat bereaksi dengan khas. Sifat antigenik dapat ditentukan oleh berat
molekulnya. Salmonella dan jenis-jenis lainnya dalam familyEnterobacteriaceae mempunyai
beberapa jenis antigen, yaitu antigen O (somatik), H (Flagella), K (Kapsul) dan
Vi (Virulen) (Volk Wheeler, 1984).
1. Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar
tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan
terhadap pemanasan 100°C selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer (Baronet
al.,1994).
2. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela,
fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur kimia protein. S.
typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa
Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 60°C dan
pada pemberian alkohol atau asam (Baron et al.,1994).
3.
Antigen Vi
Antigen
Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi kuman
dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan
selama 1 jam pada suhu 60°C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini
digunakan untuk mengetahui adanya karier (Baron et al.,1994).
4.
Outer
Membrane Protein (OMP)
Antigen OMP S typhi merupakan bagian
dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan
yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2
bagian yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama
OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik
yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten
terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85–100°C. Protein nonporin
terdiri atas protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap
protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa
peneliti menemukan antigen OMP S typhi yang sangat spesifik yaitu antigen
protein 50 kDa/52 kDa (Baron et al.,1994).
Reaksi widal adalah reaksi serum
(sero-test) untuk mengetahui ada tidaknya antibodi terhadap Salmonella
thypii dengan jalan mereaksikan serum seseorang dengan antigen O, H,
dan Vi dari laboratorium. Bila terjadi aglutinasi, maka reaksi widal positif,
berarti serum orang tersebut mempunyai antibodi terhadap Salmonella
thypii, baik setelah vaksinasi, setelah sembuh dari penyakit tipus ataupun
sedang menderita tipus. Reaksi widal negatif artinya tidak memiliki antibodi
terhadap Salmonella thypii (tidak terjadi aglutinasi).
Berdasarkan hasil pengamatan pada pengenceran 1 : 160 tidak terjadi aglutinasi
berarti penderita tidak memiliki antibodi terhadap Salmonella thypii(hasilnya
negatif). Jika hasilnya positif terjadi adanya endapan pasir, sedangkan jika
hasilnya negatif maka tetap jernih. Adanya aglutinasi menandakan bahwa
penderita positif terinfeksi Salmonella thypii yang dapat
dilihat Pada serum 20 μl, titer Ab + 1/80 = infeksi ringan (Volk and Wheeler,
1984).
VII.
Metode Kerja
A.
Pra Analitik
1.
Persiapan pasien : Tidak ada persiapan khusus
2.
Persiapan sampel : Tidak ada persiapan khusus
3.
Alat dan Bahan
a.
Alat yang digunakan
1)
Mikropipet
2)
Miskroskop
3)
Obyek gelas
4)
Rak tabung
5)
Sentrifuge
6)
Tabung EDTA
b.
Bahan yang digunakan
1)
Alcohol 70%
2)
Darah
3)
Kapas
4)
Reagen tidal / widal
5)
Spoit
B.
Analitik
1.
Prosedur kerja
a.
Disiapkan alat dan bahan
b.
Dilakukan plebotomi
c.
Disentrifuse darahnya
d.
Diteteskan antigen O pada ujung kiri
obyek gelas dan antigen H pda ujung kanan obyek gelas sebanyak 40m
e.
Ditetekan 20m
serum berdampingan dengan antigen O dan H
f.
Dicampurkan antigen dan serum
g.
Dilihat terbentuknya aglutinasi
h. Diperiksa
dibawah miskroskop dengan perbesaran 40x – 10x
C.
Pasca Analitik
1.
Data pasien
Nama : Liliyanti
Alamat : Jl. Rambutan
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : (-) Negatif
2.
Interpretasi hasil
No
|
Type
Antigen Salmonella
|
Aglutinasi
|
1)
|
Antigen
H
|
Tidak
terjadi aglutinasi (-)
|
2
|
Antigen
O
|
Tidak
terjadi aglutnasi (-)
|
VIII.
Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan widal pada saudari
liliyanti tidak ditemukan aglutinasi. Dalam hal ini dapa dinyatakan bahwa
saudari liliyanti tidak terinfeksi bakteri salmonella typi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar