Minggu, 17 Juli 2016

Bakteri Penghasil Racun



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kita sering tidak menyadari bahwa bahan makanan yang kita konsumsi sebenarnya berpotensi merusak kesehatan tubuh. Saat kita mengkonsumsi bahan makanan dengan berbagai jenisnya tanpa kita sadari sebenarnya kita juga menelan bakteri yang hidup di dalamnya. Bakteri-bakteri itu ada yang menguntungkan bagi kita, tapi ada pula yang merugikan. Tak sedikit diantaranya ada yang mengeluarkan racun hingga mencemari bahan makanan.
Racun pada bahan makanan dapat disebabkan oleh adanya bakteri yang terdapat dalam bahan makanan itu sendiri. Tetapi dalam pemrosesan tertentu bakteri bisa saja dimusnahkan. Jika bakteri sampai mencemari bahan makanan dan kemudian masuk ke dalam perut kita, hal itulah yang mengakibatkan terjadinya keracunan.
Pada umumnya bakteri yang hidup di dalam bahan makanan itu adalah penghasil racun. Ada beberapa jenis penghasil racun yang sangat berbahaya. Apabila tidak hati-hati bisa membawa akibat yang sangat merugikan. Banyak jenis makanan atau minuman yang setiap saat harus selalu diperhatikan kebersihannya karena sangat rawan terhadap kemungkinan terjadinya keracunan pada manusia.
Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam kerusakan makanan dan minuman. Pada suhu lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalam 7 jam dan dalam 9 jam telah berkembang menjadi 2.000.000 (dua juta) sel, dalam 12 jam sudah menjadi 1.000.000.000 (satu milyar) sel.
Bakteri termasuk ke dalam spesies pengurai, dan beberapa spesies pengurai tersebut dapat tumbuh didalam makanan. Untuk dapat hidup mereka mengubah makanan dan mengeluarkan hasil metabolisme yang berupa toksin (racun). Racun tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia, dan kemungkinan menjadi penyebab penyakit sangat besar sekali. Makanan yang masih dijamin aman dikonsumsi paling lama dalam waktu 6 jam, karena setelah itu kondisi makanan sudah tercemar berat.
Penyakit yang ditularkan melalui makanan dapat menyebabkan penyakit yang ringan dan berat bahkan kematian, diantaranya diakibatkan oleh belum baiknya penerapan hygiene makanan dan sanitasi lingkungan. Besarnya dampak terhadap kesehatan belum diketahui karena hanya sebagian kecil dari kasus-kasus yang akhirnya dilaporkan ke pelayanan kesehatan dan jauh lebih sedikit lagi yang diselidiki.
Bakteri yang menginfeksi tubuh manusia dapat menimbulkan sakit biasanya disebut bakteri patogen. Dan pada bakteri patogen terdapat berbagai zat yang menyebabkan sakit tersebut, diantaranya adalah toksin. Toksin adalah suatu zat dalam jumlah relatif kecil yang apabila masuk ke tubuh manusia akan bereaksi secara kimiawi dapat menimbulkan gejala abnormal hingga menyebabkan kematian. Dalam makalah ini kami akan mencoba mendeskripsikan toksin yang dihasilkan oleh bakteri secara lebih terperinci. Seperti jenis dari toksin, bakteri yang menghasilkan toksin akan menyebabkan penyakit akibat adanya toksin.


B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian toksin dan bakteri
2.      Untuk mengetahui bakteri penghasil toksin
3.      Untuk mengetahui uji kekuatan toksi
4.      Untuk mengetahui toksi pada bakteri
C.    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan toksin dan bakteri ?
2.      Apa saja bakteri yang menghasilkan toksin ?
3.      Apa saja uji kekuatan toksin
4.      Apa saj toksin pada bakteri



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu dan umumnya dapat berkembangbiak dengan cara membelah diri.
Toksin adalah zat racun yang dihasilkan oleh beerapa spesies bakteri.  Menurut penggolongan  toksin, toksin bakteri dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Endotoksin
2.        Eksotoksin
Ekotoksin adalah toksin yang dikeluarkan dari tubuh sel. Endotoksin adalah toksin yang tidak dikeluarkan dari tubuh sel namun tetap diproduksi dan tersimpan didalam tubuh sel.

Eksotoksin
Endotoksin
Tempat produksi
Dikeluarkan oleh kuman hidup,konsentrasinya dalam medium cair sangant tinggi
Sebagai bagian intergral dari dinding sel kuman gram negatif
Struktur kimia
Polipeptida
Kompleks lipopolisakarida
Sifat fisik
Relatif tidak stabil,dengan pemanasan aktivitas toksin menurun
Relatif stabil,aktivitas toksin menetap walaupun dipanaskan
Sifat imonologis
Sangat antigenik,menghasilkan antitoksin dalam jumlah banyak sehingga dapat dibuat toksoid
Tidak meninduksi terbentuknya antitoksin sehingga tidak dapat dibuat toksoid
Toksisitas
Sangat toksik,menimbulkan kematian meskipun dalam dosis kecil
Kurang toksik,dalam dosis besar menimbulkan kematian
Reaksi badan
Badan tidak memberi reaksi panas
Ada reaksi demam

B.     Bakteri Penghasil Toksin
1.       Bacillus Cereus
Bakteri ini telah dikenali sebagai salah satu penyebab keracunan pada makanan sejak tahun 1955, sejak saat itu mikroorganisme ini telah menarik banyak perhatian dan menjadi salah satu penyebab keracunan pada pangan yang sering ditemukan. Keracunan akan timbul jika seseorang menelan makanan atau minuman yang mengandung bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare (disebabkan oleh protein dengan berat molekul besar) dan toksin yang menyebabkan muntah atau emesis (disebabkan oleh peptida tahan panas dengan berat molekul rendah).
Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentang tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasil toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.
2.      Esherichia Coli,
Bakteri Esherichia Coli terdapat di hampir semua jenis bahan makanan baik yang berasal dari tanaman (sayur, buah maupun hasil pertanian lain) ataupun hewan (daging,susu, dll) Bakteri Esherichia Coli hidup dalam usus manusia dan hewan seperti kambing, domba, dan sapi. Bakteri ini sering ditemukan dalam daging yang dimasak setengah matang, susu mentah dan air yang terkontaminasi.
Gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini adalah diare berat, sakit perut dan muntah yang dapat berlangsung hingga 5 sampai 10 hari. Meskipun sebagian besar infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini relatif tidak berbahaya, tetapi jenis tertentu seperti Esherichia Coli  O157:H7 dapat menyebabkan diare berdarah, gagal ginjal dan bahkan kematian.
3.       Staphylococcus Aureus
Terdapat di semua jenis makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan, baik dalam bentuk ataupun hasil olahannya. Juga banyak ditemukan pada berbagai jenis sayuran. Ada 23 spesies Staphylococcus Aureus, tetapi Staphylococcus Aureus merupakan bakteri yang paling banyak mengakibatkan keracunan pangan, Bakteri ini berbentuk bulat/kokus, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu memasak normal. Bakteri ini dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit.
4.       Vibrio Parahaemolyticus
Terdapat pada bahan makanan hasil laut dan olahannya terutama kepiting, udang ikan, kerang rajungan dan sebagainya. Vibrio Parahaemolyticus dapat menyebabkan penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh produk hasil laut (seafood ), terutama yang dimakan mentah, dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi dengan seafood mentah setelah pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare tiba-tiba dan kejang perut yang berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa inkubasi 8 – 72 jam. Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri juga menyebabkan septisemia. Kasus keracunan karena Vibrio Parahaemolyticus lebih banyak terjadi pada musim panas.  Kondisi ini berkorelasi positif dengan prevalensi dan jumlah kontaminasi Vibrio Parahaemolyticus pada sampel seafood lingkungan yang juga meningkat dengan meningkatnya suhu perairan.  Tingkat salinitas air laut juga berpengaruh pada tingkat kontaminasi.
5.      Clostridium Perfringens
Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan, daging mentah, unggas, ikan mentah, sayuran, ramuan bumbu, makanan yang sudah diolah serta dalam bahan pangan kering. Clostridium Perfringens merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk endospora serta bersifat anaerobik, bakteri ini dapat menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri dalam usus.
Keracunan makanan ´perfringens´ merupakan istilah yang digunakan untuk keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens. Clostridium perfringens  Type B yang menyebabkan disentri pada anak Penyakit yang lebih serius, tetapi sangat jarang, juga disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi strain Type C. Penyakit yang ditimbulkan strain Type C ini dikenal sebagai enteritis necroticans atau penyakit pig-bel . Keracunan perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang mulai terjadi 8-24 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak C. perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan. Penyakit ini biasanya sembuh dalam waktu 24 jam, namun pada beberapa individu, gejala ringan dapat berlanjut sampai 1 hingga 2 minggu. Beberapa kasus kematian dilaporkan akibat terjadi dehidrasi dan komplikasi-komplikasi lain. Necrotic enteritis (penyakit pig-bel ) yang disebabkan oleh C. perfringens sering berakibat fatal. Penyakit ini juga disebabkan karena korban menelan banyak bakteri penyebab penyakit dalam makanan yang terkontaminasi. Kematian karena necrotic enteritis ( pig-bel syndrome ) disebabkan oleh infeksi dan kematian sel-sel usus dan septicemia (infeksi bakteri di dalam aliran darah) yang diakibatkannya. Penyakit ini sangat jarang terjadi. Dosis infektif – Gejala muncul akibat menelan sejumlah besar (lebih dari 10 8 ) sel vegetatif. Produksi racun di dalam saluran pencernaan (atau di dalam tabung reaksi) berhubungan dengan proses pembentukan spora. Penyakit ini merupakan infeksi pada makanan; hanya satu sajian memungkinkan terjadinya keracunan (penyakit timbul karena racun yang terbentuk sebelum makanan dikonsumsi).
6.      Clostridium Botulinum
Bakteri ini terdapat pada semua bahan makanan dari daging dan ikan, terutama yang sudah diawetkan melalui pengalengan dan kemasan tertutup rapat, jenis racunnya ampuh, bisa menyebabkan kematian. Clostridium Botulinum merupakan bakteri gram-positif yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 800C selama 30 menit cukup untuk meruksak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan.
Clostridium botulinum dapat menyebabkan penyakit Botulism. Botulism adalah penyakit serius yang menyebabkan kelumpuhan yang lembut dari otot-otot. Hal tersebut disebabkan oleh neurotoxin, secara umum disebut racun botulinum, yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri  Clostridium botulinum. Neurotoxin sebenarnya melumpuhkan syaraf-syaraf sehingga otot-otot tidak dapat berkontraksi. Ini terjadi ketika neurotoxin memasuki sel-sel syaraf dan akhirnya mengganggu pelepasan dari acetylcholine sehingga syaraf tidak dapat merangsang otot untuk berkontraksi. Kecuali kalau syaraf dapat memperbaharui axon baru yang tidak mempunyai paparan pada neurotoxin, gangguan pada neuromuscular junction permanen.
7.       Pseudomonas Cocovenenans
Pseudomonas Cocovenenans adalah bakteri penghasil racun bongkrek (asam bongkrek dan toksoflawin) pada tempe bongkrek. Banyak orang keracunan akibat racunnya yang kuat dan tak jarang berujung pada kematian. Bakteri Pseudomonas cocovenenans sering menyebabkan keracunan karena mengkonsumsi tempe bongkrek. Tempe bongkrek adalah makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari kelapa dan difermentasi dengan jamur tempe (Rhizopus sp). Bakteri ini dapat menghasilkan 2 macam racun, yaitu toksoflavin dan asam bongkrek. Pseudomonas cocovenenans dapat memecah minyak kelapa dengan memproduksi enzim yang dapat menghidrolisa gliserida menjadi gliserol dan asam lemak. Gliserol selanjutnya diubah menjadi toksoflavin, sedangkan asam lemak, terutama asam oleat diubah menjadi asam bongkrek yang tidak berwarna. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat antibiotik terhadap jamur tempe, sehingga kontaminasi bakteri ini dapat ditandai dengan hasil fermentasi tempe yang tidak baik, karena pertumbuhan jamur terganggu. Gejala keracunannya adalah Mual, muntah, diare, sakit dan kejang perut, demam, dehidrasi, syok.
8.        Salmonella Typhi dan Salmonela Paratyphi,
Salmonella merupakan bakteri gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur, dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pemasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan Salmonellosis. Cara penularan yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh penjamah makanan yang terinfeksi, binatang peliharaan     dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke yang lainnya juga dapat terjadi selama infeksi. Salmonella Typhi dan Salmonela Paratyphi, bakteri penyebab penyakit tipus dan paratipus yang menyerang usus halus. Penghasil racun yang sangat kuat pada makanan.
9.      Camphylobacter
Camphylobacter adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan demam, diare, dan kram perut. Bakteri ini merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan diare di dunia. Bakteri ini hidup di usus ayam sehat dan pada permukaan karkas unggas. Infeksi disebabkan karena konsumsi makanan maupun minuman yang terkontaminasi C. jejuni. Sumber infeksi sebagian besar karena memakan daging ayam yang masih mentah, atau belum matang atau makanan lain yang telah bersentuhan dengan karkas ayam selama dalam proses pengolahan sehingga tercemar oleh bakteri ini. Selain itu, infeksi juga sering terjadi karena meminum susu yang tidak dipasteurisasi maupun air yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Sapi, babi, domba, kambing, ayam, kalkun, bebek, kucing dan anjing dianggap sebagai pembawa kuman ini, tetapi yang paling sering adalah unggas. C. jejuni dapat bertahan beberapa bulan pada tempat yang lembab, kandungan oksigen rendah, pada suhu 4oC, namun hanya bertahan beberapa hari pada suhu ruang. C. jejuni dapat bertahan 9 hari di feses, 3 hari di susu, dan 2 – 5 hari di air. Dari berbagai studi, penanganan daging unggas mentah dan konsumsinya sangat berpengaruh pada persentase kasus yang terjadi. Kontaminasi silang dari daging ayam mentah pada saat persiapan makanan juga menjadi salah satu faktor resiko campylobacteriosis. Makanan lain yang menjadi faktor resiko tergantung pada jenis daging, daging yang kurang matang (barbeku), makanan laut yang dimakan mentah, meminum air yang tidak diberi perlakuan, serta konsumsi susu dan olahan susu yang tidak dipasteurisasi. Selain itu produksi dan persiapan makanan juga dapat menjadi sumber kontaminasi. Gejalanya terdiri dari diare, nyeri perut dan kram, yang bisa sangat berat. Diare mungkin berdarah, dan bisa timbul demam antara 37,8-40oCelsius. Demam yang hilang timbul mungkin merupakan satu-satunya gejala dari infeksi Campylobacter di luar saluran pencernaan. Gejala tambahan untuk infeksi sistemik meliputi nyeri sendi disertai merah dan membengkak, nyeri perut serta pembesaran hati dan limpa. Kadang infeksi bisa menyerang katup jantung (endokarditis) dan selaput otak dan medulla spinalis (meningitis).

C.    Uji Kekuatan Toksin
Kekuatan toksin untuk menyebabkan sakit dan mematikan jasad hidup sangat besar. Lebih besar dari racun alkaloid atau 650kali lebih kuat dari atropin dan 150 atau 200 kali dari strihnin. Cara mengukur kekuatan toksin seperti mengukur virulensi dari suatu bakteri, yaitu dengan mencari Dosis Lethalis Minimal (DLM).
Bila toksin disimpan lama dalam suhu kamar atau dipanasi setengah jam pada temperatur 56o C, maka kekuatannya akan turun atau hilang sama sekali, dan bahan ini dinamakan toksoid. Untuk menghilangkan kekuatan toksin, dapat dilakukan dengan mencampurkan toksin dengan larutan formalin dan campuran ini disebut anatoksin. Bila toksoid atau anatoksin disuntikkan beberapa kali pada marmud dengan dosis yang meningkat, maka marmud itu menjadi kebal terhadap suntikan toksin yang kekuatannya belum hilang.
Dengan percobaan ini diketahui bahwa molekul toksin mempunyai 2 bagian, yaitu :
a.       Bagian yang mempunyai sifat sebagai penyebab sakit atau kematian hewan percobaan (bagian toksofora), yang sifatnya termolabil dan menjadi hilang kekuatannya bila disimpan lama.
b.      bagian yang mempunyai kasiat untuk membuat kebal terhadap hewan percobaan (bagian haptofora), yang sifatnya termostabil, yaitu tidak hilang kekuatannya jika dipanasi sampai temperatur 56o C selama setengah jam.


D.    Toksin Pada Bakteri
1.      Botulinin
Senyawa beracun ini diproduksi oleh Clostridium botulinum. Keracunan yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung botulinin ini disebut botulisme. Botulinin merupakan neurotoksin yang sangat berbahaya  bagi manusia dan sering kali akut dan menyebabkan kematian.
Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng dengan pH lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan jenis mikroba yang terdapat didalamnya. Toksin botulinum tipe A adalah eksotoksin yang pertama kali dapat dihablurkan. Toksin ini didapatkan pada makanan yang basi. Orang akan mati jika meelan 0,0024 mg toksin ini.
Kerusakan bahan pangan termasuk makanan dalam kaleng dapat dideteksi dengan beberapa cara, yaitu:
a.        Uji organoleptik dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan tekstur atau kekenyalan, kekentalan, warna bau, pembentukkan lendir, dan lain-lain.
b.      Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia, misalnya perubahan pH, kekentalan, tekstur, indeks refraktif, dan lain-lain.
c.       Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia.
d.      Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan, MPN, dan mikroskopis.
2.       Toksoflavin dan  Asam  Bongkrek
Kedua senyawa beracun ini diproduksi oleh Pseudomonas Cocovenenans, dalam jenis makanan yang disebut tempe bongkrek, yaitu tempe yangdibuat dengan bahan utama ampas kelapa. Pseudomonas Cocovenenans ini tumbuh pada tempe bongkrek yang gagal dan rapuh. Pseudomonas Cocovenenans memerlukan substrat minyak kelapa, dengan enzim yang diproduksinya mampu menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak . Gliserol kemudian diubah menjadi toksoflavin (C7H7N5O2), dan asam lemaknya terutama asam oleat diubah menjadi asam bongkrek ( C28H38O7 ) Asam bongkrek ini dapat mengganggu metabolisme glikogen dengan memobilisasi glikogen dari hati sehingga terjadi hiperglikemia yang kemudian berubah menjadi hipoglikemia dan lalu menyebabkan kematian Pertumbuhan Pseudomonas Cocovenenans dapat dicegah bila pH substrat  diturunkan di bawah 5,5 atau dengan penambahan garam NaCl pada substrat dengan konsentrasi2,75 – 3 % .

3.       Enterotoksin
Enterotoksin diproduksi oleh berbagai macam bakteri, termasuk organisme penyebab keracunan makanan seperti Staphylococcus aureus, Bacillus cereus,  Salmonella enteriditis , dan Vibrio cholerae. Disebut enterotoksin karena menyebabkan gastroenteritis.
Enterotoksin adalah eksotoksin yang aktivitasnya mempengaruhi usus halus,  umumnya menyebabkan sekresi cairan secara berlebihan ke dalam rongga usus, menyebabkan diare dan muntah-muntah. Enterotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio cholerae adalah penyebab kolera. Toksin tersebut akan mengaktifkan enzim siklik adenilase yang mengubah ATP menjadi cAMP sehingga cAMP menjadi berlebihan dan menyebabkan ion klorida serta bikarbonat dikeluarkan dalam jumlah besar dari sel mukosa ke dalam rongga usus. Hal tersebut menyebabkan dehidrasi pada penderia kolera.
4.      Bakteriosin
Bakteriosin adalah peptida antimikroba yang disintesis secara ribosomal yang dihasilkan sejumlah bakteri dan mempunyai pengaruh bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri yang mempunyai hubungan yang dekat dengan bakteri penghasilnya.
Bakteriosin dihasilkan baik oleh bakteri grampositif maupun bakteri gramnegatif. Bakteriosin grampositif mengandung 30 sampai 60 asam amino dengan aktifitas yang bervariasi dari spektrum sempit sampai luas dalam melawan bakteri grampositif lain bahkan ada yang beraksi terhadap bakteri gramnegatif. Penamaan bakteriosin umumnya disesuaikan dengan bakteri penghasilnya seperti Lactococcin A, Lactococcin G, lactococcin 972 dihasilkan oleh bakteri Lactococcus lactis, Enterococcin (Enterococcus faecalis), Carnobactericin (Carnobacterium piscicola), Aurecin (Staphylococcus aureus), Bacillocin (Bacillus licheniformis), Acidolin, Acidophilin, Lactacin (Lactobacillus acidophilus), Lactocin, Helveticin (L. helveticus), Plantaricin, Planticin (L. plantarum) dan lain sebagainya.
Bakteriosin pertama kali terdeteksi pada tahun 1925 oleh Andre Gratia yang mengamati pertumbuhan beberapa strain E. coli yang pertumbuhannya dihambat oleh senyawa antimikroba yaitu colicin. Bakteriosin selain berperan dalam menjaga kesehatan ternak dan manusia melalui penyeimbangan ekosistem pencernaan, bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam laktat juga berperan sebagai pengawet alami dalam penyimpanan dan pengolahan bahan pangan.
Penggunaan istilah bakteriosin sering dikacaukan dengan istilah antibiotik dan antimikroba. Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme. Bakteriosin adalah zat kimia berupa peptida atau protein yang dihasilkan oleh bakteri sedangkan antimikroba disamping zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme (antibiotik, bakteriosin) juga substansi yang diperoleh secara sintetik. Bakteriosin secara umum berbeda dengan antibiotik dalam hal sintesis, mekanisme kerja, spektrum dan tujuan pemakaian


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu dan umumnya dapat berkembangbiak dengan cara membelah diri. Toksin adalah zat racun yang dihasilkan oleh beerapa spesies bakteri.  Bakteri penghasil racun yaitu Bacillus Cereus, Esherichia Coli, Staphylococcus Aureus, Vibrio Parahaemolyticus, Clostridium Perfringens, Camphylobacter, Clostridium Botulinum, Pseudomonas Cocovenenans, Salmonella Typhi dan Salmonela Paratyphi,


DAFTAR PUSTAKA
http://halamanputih.wordpress.com/2013/09.11/tag/bakteri-penghasil-racun.html
http://www.totalkesehatananda.com/2009/12/10/botulism1.html
http://ilmupangan.blogspot.com/2008/04/perbedaan-endotoksin-dan eksotoksin.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar