BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kita
sering tidak menyadari bahwa bahan makanan yang kita konsumsi sebenarnya
berpotensi merusak kesehatan tubuh. Saat kita mengkonsumsi bahan makanan dengan
berbagai jenisnya tanpa kita sadari sebenarnya kita juga menelan bakteri yang
hidup di dalamnya. Bakteri-bakteri itu ada yang menguntungkan bagi kita, tapi
ada pula yang merugikan. Tak sedikit diantaranya ada yang mengeluarkan racun
hingga mencemari bahan makanan.
Racun
pada bahan makanan dapat disebabkan oleh adanya bakteri yang terdapat dalam
bahan makanan itu sendiri. Tetapi dalam pemrosesan tertentu bakteri bisa saja
dimusnahkan. Jika bakteri sampai mencemari bahan makanan dan kemudian masuk ke
dalam perut kita, hal itulah yang mengakibatkan terjadinya keracunan.
Pada
umumnya bakteri yang hidup di dalam bahan makanan itu adalah penghasil racun.
Ada beberapa jenis penghasil racun yang sangat berbahaya. Apabila tidak
hati-hati bisa membawa akibat yang sangat merugikan. Banyak jenis makanan atau
minuman yang setiap saat harus selalu diperhatikan kebersihannya karena sangat
rawan terhadap kemungkinan terjadinya keracunan pada manusia.
Bakteri merupakan salah
satu zat pencemar yang potensial dalam kerusakan makanan dan minuman. Pada suhu
lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak lebih dari 500.000 sel
dalam 7 jam dan dalam 9 jam telah berkembang menjadi 2.000.000 (dua juta) sel,
dalam 12 jam sudah menjadi 1.000.000.000 (satu milyar) sel.
Bakteri termasuk ke
dalam spesies pengurai, dan beberapa spesies pengurai tersebut dapat tumbuh
didalam makanan. Untuk dapat hidup mereka mengubah makanan dan mengeluarkan
hasil metabolisme yang berupa toksin (racun). Racun tersebut berbahaya bagi
kesehatan manusia, dan kemungkinan menjadi penyebab penyakit sangat besar
sekali. Makanan yang masih dijamin aman dikonsumsi paling lama dalam waktu 6
jam, karena setelah itu kondisi makanan sudah tercemar berat.
Penyakit yang ditularkan
melalui makanan dapat menyebabkan penyakit yang ringan dan berat bahkan
kematian, diantaranya diakibatkan oleh belum baiknya penerapan hygiene makanan
dan sanitasi lingkungan. Besarnya dampak terhadap kesehatan belum diketahui
karena hanya sebagian kecil dari kasus-kasus yang akhirnya dilaporkan ke
pelayanan kesehatan dan jauh lebih sedikit lagi yang diselidiki.
Bakteri yang menginfeksi
tubuh manusia dapat menimbulkan sakit biasanya disebut bakteri patogen. Dan
pada bakteri patogen terdapat berbagai zat yang menyebabkan sakit tersebut,
diantaranya adalah toksin. Toksin adalah suatu zat dalam jumlah relatif
kecil yang apabila masuk ke tubuh manusia akan bereaksi secara kimiawi dapat
menimbulkan gejala abnormal hingga menyebabkan kematian. Dalam makalah ini kami akan mencoba mendeskripsikan
toksin yang dihasilkan oleh bakteri secara lebih terperinci. Seperti jenis dari
toksin, bakteri yang menghasilkan toksin akan menyebabkan penyakit akibat
adanya toksin.
B. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian toksin dan bakteri
2.
Untuk
mengetahui bakteri penghasil toksin
3.
Untuk
mengetahui uji kekuatan toksi
4.
Untuk
mengetahui toksi pada bakteri
C.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan toksin dan bakteri ?
2.
Apa
saja bakteri yang menghasilkan toksin ?
3.
Apa
saja uji kekuatan toksin
4.
Apa saj
toksin pada bakteri
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu
dan umumnya dapat berkembangbiak dengan cara membelah diri.
Toksin
adalah zat racun yang dihasilkan oleh beerapa spesies bakteri. Menurut penggolongan toksin, toksin bakteri dibagi menjadi 2 yaitu
:
1.
Endotoksin
2.
Eksotoksin
Ekotoksin
adalah toksin yang dikeluarkan dari tubuh sel. Endotoksin adalah toksin yang
tidak dikeluarkan dari tubuh sel namun tetap diproduksi dan tersimpan didalam
tubuh sel.
Eksotoksin
|
Endotoksin
|
|
Tempat
produksi
|
Dikeluarkan
oleh kuman hidup,konsentrasinya dalam medium cair sangant tinggi
|
Sebagai
bagian intergral dari dinding sel kuman gram negatif
|
Struktur
kimia
|
Polipeptida
|
Kompleks
lipopolisakarida
|
Sifat
fisik
|
Relatif
tidak stabil,dengan pemanasan aktivitas toksin menurun
|
Relatif
stabil,aktivitas toksin menetap walaupun dipanaskan
|
Sifat
imonologis
|
Sangat
antigenik,menghasilkan antitoksin dalam jumlah banyak sehingga dapat dibuat
toksoid
|
Tidak
meninduksi terbentuknya antitoksin sehingga tidak dapat dibuat toksoid
|
Toksisitas
|
Sangat
toksik,menimbulkan kematian meskipun dalam dosis kecil
|
Kurang
toksik,dalam dosis besar menimbulkan kematian
|
Reaksi
badan
|
Badan
tidak memberi reaksi panas
|
Ada
reaksi demam
|
B.
Bakteri Penghasil Toksin
1.
Bacillus
Cereus
Bakteri
ini telah dikenali sebagai salah satu penyebab
keracunan pada makanan sejak tahun 1955, sejak saat itu mikroorganisme ini
telah menarik banyak perhatian dan menjadi salah satu penyebab keracunan pada
pangan yang sering ditemukan. Keracunan akan timbul jika seseorang
menelan makanan atau minuman yang mengandung bakteri atau bentuk sporanya,
kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau
seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua
tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang
menyebabkan diare (disebabkan oleh protein dengan berat molekul besar) dan
toksin yang menyebabkan muntah atau emesis (disebabkan oleh peptida tahan panas
dengan berat molekul rendah).
Bakteri
penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentang
tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri
penghasil toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.
2.
Esherichia Coli,
Bakteri Esherichia Coli terdapat di hampir semua jenis bahan
makanan baik yang berasal dari tanaman (sayur, buah maupun hasil pertanian
lain) ataupun hewan (daging,susu, dll) Bakteri Esherichia
Coli hidup dalam usus
manusia dan hewan seperti kambing, domba, dan sapi. Bakteri ini sering
ditemukan dalam daging yang dimasak setengah matang, susu mentah dan air yang
terkontaminasi.
Gejala infeksi yang
disebabkan oleh bakteri ini
adalah diare berat, sakit perut dan muntah yang dapat berlangsung hingga 5
sampai 10 hari. Meskipun sebagian besar infeksi yang disebabkan oleh bakteri
ini relatif tidak berbahaya, tetapi jenis tertentu seperti Esherichia Coli O157:H7 dapat
menyebabkan diare berdarah, gagal ginjal dan bahkan kematian.
3.
Staphylococcus Aureus
Terdapat di semua jenis makanan yang
berasal dari hewan atau tumbuhan, baik dalam bentuk ataupun hasil olahannya.
Juga banyak ditemukan pada berbagai jenis sayuran. Ada 23 spesies Staphylococcus Aureus, tetapi Staphylococcus
Aureus merupakan bakteri yang paling banyak mengakibatkan keracunan pangan,
Bakteri ini berbentuk bulat/kokus, tergolong dalam bakteri Gram-positif,
bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan
bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu memasak
normal. Bakteri ini dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin
dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit.
4.
Vibrio
Parahaemolyticus
Terdapat pada bahan makanan hasil laut dan
olahannya terutama kepiting, udang ikan, kerang rajungan dan sebagainya. Vibrio Parahaemolyticus dapat menyebabkan
penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh produk hasil laut (seafood ),
terutama yang dimakan mentah, dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi dengan
seafood mentah setelah pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare tiba-tiba
dan kejang perut yang berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa inkubasi 8 –
72 jam. Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan
dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri juga menyebabkan septisemia. Kasus
keracunan karena Vibrio Parahaemolyticus lebih banyak terjadi pada musim panas. Kondisi ini
berkorelasi positif dengan prevalensi dan jumlah kontaminasi Vibrio
Parahaemolyticus pada sampel seafood lingkungan yang juga meningkat dengan
meningkatnya suhu perairan. Tingkat salinitas air laut juga berpengaruh
pada tingkat kontaminasi.
5.
Clostridium Perfringens
Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan, daging
mentah, unggas,
ikan mentah, sayuran, ramuan bumbu, makanan
yang sudah diolah serta dalam bahan
pangan kering. Clostridium Perfringens merupakan bakteri Gram-positif
yang dapat membentuk endospora serta bersifat anaerobik, bakteri ini dapat
menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum
dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri dalam usus.
Keracunan makanan ´perfringens´ merupakan istilah yang
digunakan untuk keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens. Clostridium
perfringens Type B yang menyebabkan disentri pada anak Penyakit yang
lebih serius, tetapi sangat jarang, juga disebabkan oleh konsumsi makanan yang
terkontaminasi strain Type C. Penyakit yang ditimbulkan strain Type C ini
dikenal sebagai enteritis necroticans atau penyakit pig-bel . Keracunan
perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang mulai
terjadi 8-24
jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak C. perfringens penghasil
toxin penyebab keracunan makanan. Penyakit ini biasanya sembuh dalam waktu 24
jam, namun pada beberapa individu, gejala ringan dapat berlanjut sampai 1
hingga 2 minggu. Beberapa kasus kematian dilaporkan akibat terjadi dehidrasi
dan komplikasi-komplikasi lain. Necrotic enteritis (penyakit pig-bel )
yang disebabkan oleh C. perfringens sering berakibat fatal. Penyakit ini
juga disebabkan karena korban menelan banyak bakteri penyebab penyakit dalam
makanan yang terkontaminasi. Kematian karena necrotic enteritis ( pig-bel
syndrome ) disebabkan oleh infeksi dan kematian sel-sel usus dan septicemia
(infeksi bakteri di dalam aliran darah) yang diakibatkannya. Penyakit ini
sangat jarang terjadi. Dosis infektif – Gejala muncul akibat menelan sejumlah
besar (lebih dari 10 8 ) sel vegetatif. Produksi racun di dalam saluran
pencernaan (atau di dalam tabung reaksi) berhubungan dengan proses pembentukan
spora. Penyakit ini merupakan infeksi pada makanan; hanya satu sajian
memungkinkan terjadinya keracunan (penyakit timbul karena racun yang terbentuk
sebelum makanan dikonsumsi).
6.
Clostridium Botulinum
Bakteri ini terdapat pada semua bahan makanan dari daging
dan ikan, terutama yang sudah diawetkan melalui pengalengan dan kemasan
tertutup rapat, jenis racunnya ampuh, bisa menyebabkan kematian. Clostridium
Botulinum merupakan bakteri
gram-positif yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan
tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat
meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum
bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 800C selama 30
menit cukup untuk meruksak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap
suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan.
Clostridium
botulinum dapat menyebabkan penyakit Botulism. Botulism adalah
penyakit serius yang menyebabkan kelumpuhan yang lembut dari otot-otot. Hal
tersebut disebabkan oleh neurotoxin, secara umum disebut racun
botulinum, yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri Clostridium
botulinum. Neurotoxin sebenarnya melumpuhkan syaraf-syaraf sehingga
otot-otot tidak dapat berkontraksi. Ini terjadi ketika neurotoxin memasuki
sel-sel syaraf dan akhirnya mengganggu pelepasan dari acetylcholine sehingga
syaraf tidak dapat merangsang otot untuk berkontraksi. Kecuali kalau syaraf
dapat memperbaharui axon baru yang tidak mempunyai paparan pada neurotoxin,
gangguan pada neuromuscular junction permanen.
7.
Pseudomonas Cocovenenans
Pseudomonas
Cocovenenans adalah bakteri penghasil
racun bongkrek (asam bongkrek dan toksoflawin) pada tempe bongkrek. Banyak
orang keracunan akibat racunnya yang kuat dan tak jarang berujung pada kematian. Bakteri Pseudomonas
cocovenenans sering menyebabkan
keracunan karena mengkonsumsi tempe bongkrek. Tempe bongkrek adalah makanan
tradisional Indonesia yang terbuat dari kelapa dan difermentasi dengan jamur
tempe (Rhizopus sp). Bakteri ini
dapat menghasilkan 2 macam racun, yaitu toksoflavin dan asam bongkrek. Pseudomonas
cocovenenans dapat memecah minyak
kelapa dengan memproduksi enzim yang dapat menghidrolisa gliserida menjadi
gliserol dan asam lemak. Gliserol selanjutnya diubah menjadi toksoflavin,
sedangkan asam lemak, terutama asam oleat diubah menjadi asam bongkrek yang
tidak berwarna. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat antibiotik terhadap
jamur tempe, sehingga kontaminasi bakteri ini dapat ditandai dengan hasil
fermentasi tempe yang tidak baik, karena pertumbuhan jamur terganggu. Gejala keracunannya adalah Mual,
muntah, diare, sakit dan kejang perut, demam, dehidrasi, syok.
8.
Salmonella Typhi dan Salmonela Paratyphi,
Salmonella merupakan bakteri gram-negatif, bersifat anaerob
fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora. Salmonella
bisa terdapat pada bahan pangan
mentah, seperti telur, dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila
proses pemasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella
dinamakan Salmonellosis. Cara penularan yang utama adalah dengan menelan
bakteri dalam pangan yang berasal dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan
juga dapat terkontaminasi oleh penjamah makanan yang terinfeksi, binatang
peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene
yang buruk. Penularan dari satu orang ke yang lainnya juga dapat terjadi selama
infeksi. Salmonella Typhi dan Salmonela Paratyphi, bakteri
penyebab penyakit tipus dan paratipus yang menyerang usus halus. Penghasil
racun yang sangat kuat pada makanan.
9.
Camphylobacter
Camphylobacter adalah bakteri patogen yang
dapat menyebabkan demam, diare, dan kram perut. Bakteri ini merupakan bakteri
yang paling sering menyebabkan diare di dunia. Bakteri ini hidup di usus ayam
sehat dan pada permukaan karkas unggas. Infeksi disebabkan karena konsumsi
makanan maupun minuman yang terkontaminasi C. jejuni. Sumber
infeksi sebagian besar karena memakan daging ayam yang masih mentah, atau belum
matang atau makanan lain yang telah bersentuhan dengan karkas ayam selama dalam
proses pengolahan sehingga tercemar oleh bakteri ini. Selain itu, infeksi juga
sering terjadi karena meminum susu yang tidak dipasteurisasi maupun air yang
terkontaminasi oleh bakteri ini. Sapi, babi, domba, kambing, ayam, kalkun,
bebek, kucing dan anjing dianggap sebagai pembawa kuman ini, tetapi yang paling
sering adalah unggas. C. jejuni dapat bertahan beberapa
bulan pada tempat yang lembab, kandungan oksigen rendah, pada suhu 4oC,
namun hanya bertahan beberapa hari pada suhu ruang. C. jejuni dapat
bertahan 9 hari di feses, 3 hari di susu, dan 2 – 5 hari di air. Dari berbagai
studi, penanganan daging unggas mentah dan konsumsinya sangat berpengaruh pada
persentase kasus yang terjadi. Kontaminasi silang dari daging ayam mentah pada
saat persiapan makanan juga menjadi salah satu faktor resiko campylobacteriosis.
Makanan lain yang menjadi faktor resiko tergantung pada jenis daging, daging
yang kurang matang (barbeku), makanan laut yang dimakan mentah, meminum air
yang tidak diberi perlakuan, serta konsumsi susu dan olahan susu yang tidak
dipasteurisasi. Selain itu produksi dan persiapan makanan juga dapat menjadi
sumber kontaminasi. Gejalanya terdiri dari diare, nyeri perut dan kram, yang
bisa sangat berat. Diare mungkin berdarah, dan bisa timbul demam antara 37,8-40oCelsius.
Demam yang hilang timbul mungkin merupakan satu-satunya gejala dari infeksi Campylobacter
di luar saluran pencernaan. Gejala tambahan untuk infeksi sistemik meliputi
nyeri sendi disertai merah dan membengkak, nyeri perut serta pembesaran hati
dan limpa. Kadang infeksi bisa menyerang katup jantung (endokarditis)
dan selaput otak dan medulla spinalis (meningitis).
C.
Uji Kekuatan Toksin
Kekuatan
toksin untuk menyebabkan sakit dan mematikan jasad hidup sangat besar. Lebih
besar dari racun alkaloid atau 650kali lebih kuat dari atropin dan 150 atau 200
kali dari strihnin. Cara mengukur kekuatan toksin seperti mengukur virulensi
dari suatu bakteri, yaitu dengan mencari Dosis Lethalis Minimal (DLM).
Bila
toksin disimpan lama dalam suhu kamar atau dipanasi setengah jam pada
temperatur 56o C, maka kekuatannya akan turun atau hilang sama
sekali, dan bahan ini dinamakan toksoid. Untuk menghilangkan kekuatan toksin,
dapat dilakukan dengan mencampurkan toksin dengan larutan formalin dan campuran
ini disebut anatoksin. Bila toksoid atau anatoksin disuntikkan beberapa kali
pada marmud dengan dosis yang meningkat, maka marmud itu menjadi kebal terhadap
suntikan toksin yang kekuatannya belum hilang.
Dengan percobaan ini
diketahui bahwa molekul toksin mempunyai 2 bagian, yaitu :
a.
Bagian yang mempunyai sifat sebagai penyebab
sakit atau kematian hewan percobaan (bagian toksofora), yang sifatnya
termolabil dan menjadi hilang kekuatannya bila disimpan lama.
b.
bagian yang mempunyai kasiat untuk membuat
kebal terhadap hewan percobaan (bagian haptofora), yang sifatnya termostabil,
yaitu tidak hilang kekuatannya jika dipanasi sampai temperatur 56o C
selama setengah jam.
D.
Toksin Pada Bakteri
1.
Botulinin
Senyawa beracun ini
diproduksi oleh Clostridium botulinum.
Keracunan yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung
botulinin ini disebut botulisme. Botulinin merupakan neurotoksin yang sangat
berbahaya bagi manusia dan sering kali
akut dan menyebabkan kematian.
Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada
makanan kaleng dengan pH lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi
oleh jenis makanan dan jenis mikroba yang terdapat didalamnya. Toksin botulinum
tipe A adalah eksotoksin yang pertama kali dapat dihablurkan. Toksin ini
didapatkan pada makanan yang basi. Orang akan mati jika meelan 0,0024 mg toksin
ini.
Kerusakan bahan pangan
termasuk makanan dalam kaleng dapat dideteksi dengan beberapa cara, yaitu:
a.
Uji
organoleptik dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan tekstur
atau kekenyalan, kekentalan, warna bau, pembentukkan lendir, dan lain-lain.
b.
Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan
fisik yang terjadi karena kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia,
misalnya perubahan pH, kekentalan, tekstur, indeks refraktif, dan lain-lain.
c.
Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa
kimia sebagai hasil pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari
reaksi kimia.
d.
Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan
dengan metode hitungan cawan, MPN, dan mikroskopis.
2.
Toksoflavin
dan Asam
Bongkrek
Kedua senyawa beracun ini
diproduksi oleh Pseudomonas Cocovenenans,
dalam jenis makanan yang disebut tempe bongkrek, yaitu tempe yangdibuat dengan
bahan utama ampas kelapa. Pseudomonas
Cocovenenans ini tumbuh pada tempe bongkrek yang gagal dan rapuh. Pseudomonas Cocovenenans memerlukan
substrat minyak kelapa, dengan enzim yang diproduksinya mampu menghidrolisis
lemak menjadi gliserol dan asam lemak . Gliserol kemudian diubah menjadi
toksoflavin (C7H7N5O2), dan asam lemaknya terutama asam oleat diubah menjadi
asam bongkrek ( C28H38O7 ) Asam bongkrek ini dapat mengganggu metabolisme
glikogen dengan memobilisasi glikogen dari hati sehingga terjadi hiperglikemia
yang kemudian berubah menjadi hipoglikemia dan lalu menyebabkan kematian
Pertumbuhan Pseudomonas Cocovenenans
dapat dicegah bila pH substrat
diturunkan di bawah 5,5 atau dengan penambahan garam NaCl pada substrat
dengan konsentrasi2,75 – 3 % .
3.
Enterotoksin
Enterotoksin diproduksi
oleh berbagai macam bakteri, termasuk organisme penyebab keracunan makanan
seperti Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Salmonella
enteriditis , dan Vibrio cholerae.
Disebut enterotoksin karena menyebabkan gastroenteritis.
Enterotoksin adalah
eksotoksin yang aktivitasnya mempengaruhi usus halus, umumnya menyebabkan sekresi cairan secara
berlebihan ke dalam rongga usus, menyebabkan diare dan muntah-muntah. Enterotoksin
yang dihasilkan oleh Vibrio cholerae
adalah penyebab kolera. Toksin tersebut akan mengaktifkan enzim siklik
adenilase yang mengubah ATP menjadi cAMP sehingga cAMP menjadi berlebihan dan
menyebabkan ion klorida serta bikarbonat dikeluarkan dalam jumlah besar dari
sel mukosa ke dalam rongga usus. Hal tersebut menyebabkan dehidrasi pada
penderia kolera.
4.
Bakteriosin
Bakteriosin adalah peptida antimikroba yang
disintesis secara ribosomal yang dihasilkan sejumlah bakteri dan mempunyai
pengaruh bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri yang mempunyai
hubungan yang dekat dengan bakteri penghasilnya.
Bakteriosin dihasilkan baik oleh bakteri gram‐positif maupun bakteri gram‐negatif. Bakteriosin gram‐positif mengandung 30
sampai 60 asam amino dengan aktifitas yang bervariasi dari spektrum sempit
sampai luas dalam melawan bakteri grampositif lain bahkan ada yang beraksi
terhadap bakteri gram‐negatif.
Penamaan bakteriosin umumnya disesuaikan dengan bakteri penghasilnya seperti
Lactococcin A, Lactococcin G, lactococcin 972 dihasilkan oleh bakteri Lactococcus
lactis, Enterococcin (Enterococcus faecalis),
Carnobactericin (Carnobacterium piscicola), Aurecin (Staphylococcus aureus),
Bacillocin (Bacillus licheniformis), Acidolin, Acidophilin, Lactacin (Lactobacillus
acidophilus), Lactocin, Helveticin (L. helveticus),
Plantaricin, Planticin (L. plantarum) dan lain
sebagainya.
Bakteriosin pertama kali terdeteksi pada
tahun 1925 oleh Andre Gratia yang mengamati pertumbuhan beberapa strain E. coli yang pertumbuhannya dihambat
oleh senyawa antimikroba yaitu colicin. Bakteriosin selain berperan dalam
menjaga kesehatan ternak dan manusia melalui penyeimbangan ekosistem
pencernaan, bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam laktat juga berperan
sebagai pengawet alami dalam penyimpanan dan pengolahan bahan pangan.
Penggunaan istilah bakteriosin sering
dikacaukan dengan istilah antibiotik dan antimikroba. Antibiotik adalah zat
kimia yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme. Bakteriosin adalah zat
kimia berupa peptida atau protein yang dihasilkan oleh bakteri sedangkan
antimikroba disamping zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme
(antibiotik, bakteriosin) juga substansi yang diperoleh secara sintetik.
Bakteriosin secara umum berbeda dengan antibiotik dalam hal sintesis, mekanisme
kerja, spektrum dan tujuan pemakaian
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bakteri merupakan
mikroorganisme bersel satu dan umumnya dapat berkembangbiak dengan cara
membelah diri. Toksin adalah zat racun yang dihasilkan oleh
beerapa spesies bakteri. Bakteri
penghasil racun yaitu Bacillus
Cereus, Esherichia Coli, Staphylococcus Aureus, Vibrio
Parahaemolyticus, Clostridium Perfringens, Camphylobacter, Clostridium Botulinum,
Pseudomonas Cocovenenans, Salmonella Typhi dan Salmonela Paratyphi,
DAFTAR
PUSTAKA
http://halamanputih.wordpress.com/2013/09.11/tag/bakteri-penghasil-racun.html
http://www.totalkesehatananda.com/2009/12/10/botulism1.html
http://ilmupangan.blogspot.com/2008/04/perbedaan-endotoksin-dan eksotoksin.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar