BAB I
PENDAHUULUAN
A.
Latar
Belakang
Gangguan
penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lain (NAPZA) merupakan
masalah yang menjadi keprihatinan dunia international di samping masalah
HIV/AIDS, kekerasan (violence), kemiskinan, pencemaran lingkungan, pemanasan
global dan kelangkaan pangan. Sejak tahun 1987, PBB mengeluakan laporan tahunan
konsumsi narkoba di dunia. Saat ini, sekitar 25 juta orang mengalami
ketergantungan NAPZA. Di Indonesia pengguna NAPZA mencapai 3,8 juta jiwa. Yang
menjadi lebih memprihatinkan adalah sebagian besar pengguna tersebut ternyata
adalah usia produktif, dan sebagian besar di antaranya adalah remaja dan dewasa
awal (20-30 tahun). 70 persen dari total pengguna NAPZA di Indonesia anak usia
sekolah, 4 persen lebih siswa SMA dan selebihnya mahasiswa. Hal ini bila tidak
segera ditanggulangi merupakan ancaman bagi kesejahteraan generasi yang akan
datang, di mana anak sebagai generasi muda merupakan penerus cita-cita
perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional yang perlu
untuk dilindungi (BNN, 2012).
Menurut
perkiraan UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), sekitar 200 juta
orang di seluruh dunia menggunakan NAPZA jenis narkotika dan psikotropika
secara illegal. Kanabis merupakan jenis NAPZA yang paling sering di gunakan,
diikuti dengan Amfetamin, Kokain, dan Opioida. Penyalahgunaan NAPZA jenis ini
di dominasi oleh pria, dan juga lebih terlihat di kalangan kaum muda
dibandingkan katagori usia lebih tua. Sebanyak 2,7% dari populasi dunia dan
3,9% dari seluruh orang berusia 15 tahun keatas telah menggunakan Kanabis
paling sedikit sekali antara tahun 2000 dan 2001 (Depkes, 2008).
Berkembangnya
jumlah pecandu NAPZA ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam
(internal) diri meliputi: minat, rasa ingin tahu, lemahnya rasa ketuhanan,
kesetabilan emosi. Faktor yang kedua adalah faktor dari luar (eksternal) diri
meliputi: gangguan psikososial keluarga, lemahnya hukum terhadap pengedar dan
pengguna narkoba, lemahnya sistem sekolah termasuk bimbingan konseling,
lemahnya pendidikan agama. Meskipun
narkoba sangat diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan, namun bila
disalahgunakan atau digunakan sesuai dengan standar pengobatan, terlebih jika
disertai dengan peredaran narkoba secara gelap akan menimbulkan akibat yang
sangat merugikan perorangan ataupun masyarakat, khususnya generasi muda,
Penyalahgunaan
narkoba di Indonesia sudah sampai ke tingkat yang sangat mengkhawatirkan, fakta
di lapangan menunjukkan bahwa 50% penghuni LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan)
disebabkan oleh kasus narkoba. Berita criminal di media massa, baik media cetak
maupun elektronik dipenuhi oleh berita tentang penyalahgunaan narkoba.
Korban narkoba
meluas ke semua lapisan masyarakat dari pelajar, mahasiswa, artis, ibu rumah
tangga, pedagang, supir angkot, anak jalanan, pekerja, dan lain sebagainya.
Narkoba dengan mudahnya diperoleh, bahkan dapat diracik sendiri yang sulit
dideteksi, pabrik narkoba secara ilegalpun sudah didapati di Indonesia.
Pemakaian
narkoba di luar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, dan
pemakaiannya bersifat patologik (menimbulkan kelainan) dan menimbulkan
hambatan dalam aktivitas di rumah, sekolah atau kampus, tempat kerja dan
lingkungan social. Ketergantungan narkoba diakibatkan oleh penyalahgunaan zat
yang disertai dengan adanya toleransi zat (dosis semakin tinggi) dan
gejala putus asa, yang memiliki sifat-sifat keinginan yang tak terhankan,
kecenderungan untuk menambah takaran (dosis), ketergantungan fisik dan
psikologis.
Kejahatan
narkoba merupakan kejahatan international (International Crime), kejahatan
yang terkoorganisir (Organize Crime), mempunyai jaringan yang luas,
mempunyai dukungan dana yang besar dan sudah menggunakan teknologi yang
canggih.
Narkoba
mempunyai dampak negatif yang sangat luas ; baik secara fisik, psikis, ekonomi,
sosial, budaya, hankam, dan lainsebagainya. Bila penyalahgunaan narkoba tidak
diantisipasi dengan baik, maka akan rusak bangsa dan negara ini. Oleh karena
itu, diperlukan kerja sama yang baik dari seluruh komponen bangsa untuk
penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
Masalah
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau
istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/
Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya
penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner,
multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.
Meskipun dalam
Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan
atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih
lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi
individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda.
Maraknya
penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke
kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial
ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada,
penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya
generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu
kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan
pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya
penanggulangan penyalahgunaan NAPZA, melalui upaya Promotif, Preventif,
Terapi dan Rehabilitasi.
Peran penting
sektor kesehatan sering tidak disadari oleh petugas kesehatan itu sendiri,
bahkan para pengambil keputusan, kecuali mereka yang berminat dibidang kesehatan
jiwa, khususnya penyalahgunaan NAPZA. Bidang ini perlu dikembangkan secara
lebih profesional, sehingga menjadi salah satu pilar yang kokoh dari upaya penanggulangan
penyalahgunaan NAPZA. Kondisi diatas mengharuskan pula Puskesmas sebagai ujung
tombak pelayanan kesehatan dapat berperan lebih proaktif dalam upaya
penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di masyarakat.
Dari hasil identifikasi
masalah NAPZA dilapangan melalui diskusi kelompok terarah yang dilakukan
Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat bekerja sama dengan Direktorat Promosi
Kesehatan – Ditjen Kesehatan Masyarakat Depkes-Kesos RI dengan petugas-petugas
puskesmas di beberapa propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa
Timur, Bali ternyata pengetahuan petugas puskesmas mengenai masalah NAPZA
sangat minim sekali serta masih kurangnya buku yang dapat dijadikan pedoman.
B.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian napza
2. Untuk
mengetahui jenis napza yang disalahgunakan
3. Untuk
mengetahui penyalahgunaan dan ketergentungan
4. Untuk
mengetahui penyalahgunaan napza
5. Untuk
mengetahui gejala klinis penyalahgunaan napza
6. Untuk
mengetahui peralatan yang digunakan dalam napza
7. Untuk
mengetahui cara terapi dan rahabilitasinya
8. Untuk
mengetahui presentase kasus narkoba
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Napza
NAPZA (Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk
kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf
pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi
sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor
pelayanan kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari sudut
kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja
pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi
menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan
(BNN, 2004).
NAPZA
adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang
yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada
seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan
obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).
NAPZA
(Narkotika, Psikoropika, Zat Adiktif) atau NARKOBA (Narkotika dan Obat
Berbahaya) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, kedua istilah ini sering
dipakai untuk menyebutkan jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan mental dan
perilaku. Menurut UU RI no 5/1997, Psikotropika adalah obat baik alamiah maupun
buatan, bukan narkotika yang bersifat atau berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental
dan perilaku. Psikotropika merupakan bahan alami atau buatan yang digunakan
untuk pengobatan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Efek yang dapat ditimbulkan
oleh psikotropika adalah depresant (menenangkan), stimulant (memberi
penguatan), dan halusinogen (menimbulkan dunia hayalan). Zat adiktif adalah zat
yang apabila dikonsumsi secara teratur, sering dan dalam jumlah yang banyak
dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi). Zat adiktif yang dimaksud disini
adalah zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut narkotika dan
psikotropika.
NARKOBA adalah
singkatan Narkotika dan Obay/Bahan berbahaya. Istilah ini sangat populer di
masyarakat termasuk media massa dan aparat penegak hukum yang sebetulnya
mempunyai makna yang sama dengan NAPZA Ada juga menggunakan istilah Madat untuk
NAPZA Tetapi istilah Madat tidak disarankan karena hanya berkaitan dengan satu
jenis Narkotika saja, yaitu turunan Opium. Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan
Adiktif lainnya. Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum;
seperti polisi (termasuk didalamnya Badan Narkotika Nasional), jaksa, hakim dan
petugas Pemasyarakatan. Selain narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga
zat tersebut adalah Napza yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Istilah napza biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan
rehabilitasi. Akantetapi pada intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut
tetap merujuk pada tiga jenis zat yang sama.
B. Jenis
Napza Yang Disalahgunakan
1. NARKOTIKA (Menurut Undang-Undang
RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika). Narkotika : adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. NARKOTIKA dibedakan kedalam
golongan-golongan :
a. Narkotika
Golongan I :
Narkotika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai
potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw,
kokain, ganja).
b. Narkotika Golongan II :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin)
c. Narkotika Golongan III :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : kodein)
Narkotika yang
sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I :
®
Opiat :
morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain
®
Ganja atau
kanabis, marihuana, hashis
®
Kokain, yaitu
serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.
2.
PSIKOTROPIKA (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun
1997 tentang Psikotropika). Yang dimaksud dengan PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
PSIKOTROPIKA dibedakan dalam
golongan-golongan sebagai berikut.
a.
PSIKOTROPIKA GOLONGAN I :
Psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
b. PSIKOTROPIKA GOLONGAN II :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta
menpunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
c. PSIKOTROPIKA GOLONGAN III :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
d. PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam, Fenobarbital,
klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum,
MG).
Psikotropika
yang sering disalahgunakan antara lain :
®
Psikostimulansia
: amfetamin, ekstasi, shabu
®
Sedatif &
Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain
®
Halusinogenika
: Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.
3. ZAT ADIKTIF
LAIN
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat
yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika,
meliputi :
a. Minuman berakohol,
Mengandung etanol etil alkohol, yang
berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari
kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai
campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu
dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
®
Golongan A :
kadar etanol 1-5%, (Bir)
®
Golongan B :
kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
®
Golongan C :
kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker,
Kamput.)
b. Inhalansia (gas yang dihirup) dan
solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada
berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang
sering disalah gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus cat kuku,
bensin.
c.
Tembakau :
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Pada
upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama
pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan
alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih
berbahaya. Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan
sebagai berikut :
1) Sama sekali dilarang : Narkotoka
golongan I dan Psikotropika Golongan I.
2) Penggunaan dengan resep dokter :
amfetamin, sedatif hipnotika.
3) Diperjual belikan secara bebas :
lem, thinner dan lain-lain.
4) Ada batas umur dalam penggunannya :
alkohol, rokok.
Berdasarkan
efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan menjadi tiga
golongan :
a.
Golongan
Depresan (Downer) Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh.
Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya
tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin,
heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang),
hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
b.
Golongan
Stimulan (Upper) Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif,
segar dan esktasi), Kafein, Kokain
c. Golongan Halusinogen Adalah jenis
NAPZA yang dapat menimbulkan efek
halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali
menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat
terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan ini
termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin Macam-macam bahan Narkotika dan Psikotropika yang
terdapat di masyarakat serta akibat pemakaiannya :
1)
OPIOIDA
Opioida dibagi dalam tiga golongan besar
yaitu :
®
Opioida alamiah (opiat): morfin,
cpium, kodein
®
Opioida semi sintetik : heroin/putauw,
hidromorfin
®
Opioida sintetik : meperidin,
propoksipen, metadon
Nama jalannya putauw, ptw, black heroin,
brown sugar.
Heroin
yang murni berbentuk bubuk putih, sedangkan heroin yang tidak murni berwarna putih keabuan. Dihasilkan dari cairan getah opium
poppy yang diolah menjadi morfin kemudian dengan proses tertentu menghasil
putauw, dimana putauw mempunyai kekuatan
10 kali melebihi morfin. Opioid sintetik yang mempunyai kekuatan 400
kali lebih kuat dari morfin.
Opiat
atau opioid biasanya digunakan dokter untuk menghilangkan rasa sakit yang sangat (analgetika kuat). Berupa pethidin,
methadon, Talwin, kodein dan lain-lain Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian timbul rasa
ingin menyendiri untuk menikmati
efek rasanya dan pada taraf kecanduan sipemakai akan kehilangan rasa percaya diri hingga tak mempunyai keinginan
untuk bersosialisasi. Mereka
mulai membentuk dunia mereka sendiri. Mereka merasa bahwa lingkungannya adalah musuh. Mulai sering melakukan
manipulasi dan akhirnya
menderita kesulitan keuangan yang mengakibatkan mereka melakukanpencurian atau
tindak kriminal lainnya.
2)
KOKAIN
Kokain mempunyai
dua bentuk yaitu : kokain hidroklorid dan free base. Kokain berupa
kristal pitih. Rasa sedikit pahit dan lebih mudah larut dari free base. Free
base tidak berwarna/putih, tidak berbau dan rasanya pahit.
Nama jalanan
dari kokain adalah koka,coke, happy dust, charlie, srepet, snow salju, putih.
Biasanya dalam bentuk bubuk putih.
Cara
pemakaiannya : dengan membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris
lurus diatas permukaan kaca atau benda-benda yang mempunyai permukaan datar
kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot deperti sedotan. Atau dengan cara
dibakar bersama tembakau yang sering disebut cocopuff. Ada juga yang
melalui suatu proses menjadi bentuk padat untuk dihirup asapnya yang populer
disebut freebasing. Penggunaan dengan cara dihirup akan berisiko kering dan
luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.
Efek rasa dari
pemakaian kokain ini membuat pemakai merasa segar, kehilangan nafsu makan,
menambah rasa percaya diri, juga dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah.
3)
KANABIS
Nama jalanan
yang sering digunakan ialah : grass. Cimeng,ganja dan gelek,hasish,marijuana,bhang.
Ganja berasal dari tanaman kanabis sativa dan kanabis indica. Pada tanaman ganja
terkandung tiga zat utama yaitu tetrehidro kanabinol,kanabinol dan kanabidiol.
Cara
penggunaannya adalah dihisap dengan cara dipadatkan mempunyai rokok atau dengan
menggunakan pipa rokok. Efek rasa dari kanabis tergolong cepat,sipemakai :
cenderung merasa lebih santai,rasa gembira berlebih (euforia), sering
berfantasi. Aktif berkomonikasi,selera makan tinggi,sensitif,kering pada mulut
dan tenggorokan
4)
AMPHETAMINES
Nama generik
amfetamin adalah D-pseudo epinefrin berhasil disintesa tahun 1887, dan
dipasarkan tahun 1932 sebagai obat.Nama jalannya :
seed,meth,crystal,uppers,whizz dan sulphate.
Bentuknya ada
yang berbentuk bubuk warna putih dan keabuan,digunakan dengan cara dihirup.
Sedangkan yang berbentuk tablet biasanya diminum dengan air. Ada dua jenis
amfetamin :
® MDMA (methylene dioxy
methamphetamin), mulai dikenal sekitar tahun 1980 dengan nama Ekstasi
atau Ecstacy. Nama lain : xtc, fantacy pils, inex, cece, cein. Terdiri
dari berbagai macam jenis antara lain : white doft, pink heart, snow white,
petir yang dikemas dalam bentuk pil atau kapsul
® Methamfetamin ice, dikenal sebagai SHABU. Nama lainnya shabu-shabu. SS,
ice, crystal, crank.
Cara penggunaan
: dibakar dengan menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap, atau
dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong)
5)
LSD (Lysergic
acid)
Termasuk dalam
golongan halusinogen,dengan nama jalanan : acid, trips, tabs, kertas. Bentuk yang bisa didapatkan seperti
kertas berukuran kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam banyak warna dan
gambar, ada juga yang berbentuk pil, kapsul.
Cara
menggunakannya dengan meletakkan LSD pada permukaan lidah dan bereaksi setelah
30-60 menit sejak pemakaian dan hilang setelah 8-12 jam
Efek rasa ini
bisa disebut tripping. Yang bisa digambarkan seperti halusinasi terhadap
tempat. Warna dan waktu. Biasanya halusinasi ini digabung menjadi satu. Hingga
timbul obsesi terhadap halusinasi yang ia rasakan dan keinginan untuk hanyut
didalamnya, menjadi sangat indah atau bahkan menyeramkan dan lama-lama membuat
paranoid.
6)
SEDATIF-HIPNOTIK
(BENZODIAZEPIN)
Digolongkan zat
sedatif (obat penenang) dan hipnotika (obat tidur). Nama jalanan dari
Benzodiazepin : BK, Dum, Lexo, MG, Rohyp. Pemakaian benzodiazepin dapat
melalui : oral,intra vena dan rectal Penggunaan dibidang medis untuk pengobatan
kecemasan dan stres serta sebagai hipnotik (obat tidur).
7)
SOLVENT /
INHALANSIA
Adalah uap gas
yang digunakan dengan cara dihirup.Contohnya : Aerosol, aica aibon, isi
korek api gas, cairan untuk dry cleaning, tiner,uap bensin. Biasanya
digunakan secara coba-coba oleh anak dibawah umur golongan kurang mampu/ anak
jalanan.
Efek yang
ditimbulkan : pusing, kepala terasa berputar, halusinasi ringan, mual, muntah,
gangguan fungsi paru, liver dan jantung.
8)
ALKOHOL
Merupakan salah
satu zat psikoaktif yang sering digunakan manusia. Diperoleh dari proses
fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi-umbian. Dari proses fermentasi
diperoleh alkohol dengan kadar tidak lebih dari 15%, dengan proses penyulingan
di pabrik dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai
100%.
Nama jalanan alkohol : booze,
drink. Konsentrasi maksimum alkohol dicapai 30-90 menit setelah tegukan
terakhir. Sekali diabsorbsi, etanol didistribisikan keseluruh jaringan tubuh
dan cairan tubuh. Sering dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah maka
orang akan menjadi euforia, mamun sering dengan penurunannya pula orang menjadi
depresi.
C. Penyalahgunaan
Dan Ketergentungan
Penyalahgunaan dan Ketergantungan adalah istilah klinis/medik-psikiatrik yang
menunjukan ciri pemekaian yang bersifat patologik yang perlu di bedakan dengan tingkat pemakaian psikologik-sosial,
yang belum bersifat patologik.
1.
PENYALAHGUNAAN
NAPZA adalah
penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur
diluar indikasi medis,sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan
gangguan fungsi sosial.
2.
KETERGANTUNGAN
NAPZA adalah
keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh
memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan
timbul gejala putus zat (withdrawal syamptom). Oleh karena itu ia selalu
berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat
melakukan kegiatannya sehari-hari secara “normal”
3.
TINGKAT PEMAKAIAN NAPZA.
a.
Pemakaian
coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian NAPZA yang
tujuannya ingin mencoba,untuk memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian pemakai
berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain berlanjut pada tahap lebih berat.
b.
Pemakaian
sosial/rekreasi (social/recreational use) : yaitu
pemakaian NAPZA dengan tujuan bersenang-senang,pada saat rekreasi atau santai. Sebagian
pemakai tetap bertahan pada tahap ini,namun sebagian lagi meningkat pada tahap
yang lebih berat.
c.
Pemakaian
Situasional (situasional use) : yaitu pemakaian pada saat
mengalami keadaan tertentu seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaan, dan
sebagainnya, dengan maksud menghilangkan perasaan-perasaan tersebut.
d. Penyalahgunaan (abuse): yaitu
pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat patologik/klinis
(menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari, tak mapu mengurangi
atau menghentikan, berusaha berulang kali mengendalikan, terus menggunakan
walaupun sakit fisiknya kambuh. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan
fungsional atau okupasional yang ditandai oleh tugas dan relasi dalam keluarga
tak terpenuhi dengan baik,perilaku agresif dan tak wajar, hubungan dengan kawan
terganggu, sering bolos sekolah atau kerja, melanggar hukum atau kriminal dan
tak mampu berfungsi secara efektif.
e. Ketergantungan (dependence use)
: (dependence use) : yaitu telah terjadi toleransi dan gejala putus zat,
bila pemakaian NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya. Agar tidak
berlanjut pada tingkat yang lebih berat (ketergantungan), maka sebaiknya
tingkat-tingkat pemakaian tersebut memerlukan perhatian dan kewaspadaan
keluarga dan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan pada keluarga dan
masyarakat.
D. Penyebab
Penyalahgunaan Napza
Penyebab
penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara factor yang
terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA).
Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause). Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah sebagian berikut :
1. Faktor
individu :
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai
atau terdapat pada masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan
biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan
untuk menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu
mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Ciri-ciri
tersebut antara lain :
®
Cenderung membrontak dan menolak
otoritas
®
Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas)
seperti Depresi,Ccemas, Psikotik, Kkeperibadian dissosial.
®
Perilaku menyimpang dari aturan atau
norma yang berlaku
®
Rasa kurang percaya diri (low
selw-confidence), rendah diri dan memiliki citra diri negatif (low self-esteem)
®
Sifat mudah kecewa, cenderung agresif
dan destruktif
®
Mudah murung,pemalu, pendiam
®
Mudah mertsa bosan dan jenuh
®
Keingintahuan yang besar untuk mencoba
atau penasaran
®
Keinginan untuk bersenang-senang (just
for fun)
®
Keinginan untuk mengikuti mode,karena
dianggap sebagai lambing keperkasaan dan kehidupan modern.
®
Keinginan untuk diterima dalam
pergaulan.
®
Identitas diri yang kabur, sehingga
merasa diri kurang “jantan”
®
Tidak siap mental untuk menghadapi
tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA
dengan tegas
®
Kemampuan komunikasi rendah
®
Melarikan diri sesuatu
(kebosanan,kegagalan, kekecewaan,ketidak mampuan, kesepian dan kegetiran
hidup,malu dan lain-lain)
®
Putus sekolah
®
Kurang menghayati iman kepercayaannya
2. Faktor
Lingkungan :
Faktor lingkungan meliputi faktor
keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya
maupun masyarakat. Faktor keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut menjadi
penyebab seorang anak atau remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara lain adalah
:
a. Lingkungan Keluarga
® Kominikasi
orang tua-anak kurang baik/efektif
® Hubungan
dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga
® Orang
tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagi
® Orang
tua terlalu sibuk atau tidak acuh
® Orang
tua otoriter atau serba melarang
® Orang
tua yang serba membolehkan (permisif)
® Kurangnya
orang yang dapat dijadikan model atau teladan
® Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan
masalah NAPZA
® Tata
tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten)
® Kurangnya
kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga
® Orang
tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahduna NAPZA
b. Lingkungan
Sekolah
®
Sekolah yang kurang disiplin
®
Sekolah yang terletak dekat tempat
hiburan dan penjual NAPZA
®
Sekolah yang kurang memberi kesempatan
pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif
®
Adanya murid pengguna NAPZA
c. Lingkungan
Teman Sebaya
®
Berteman dengan penyalahguna
®
Tekanan atau ancaman teman kelompok atau
pengedar
d. Lingkungan
masyarakat/social
®
Lemahnya penegakan hukum
®
Situasi politik, sosial dan ekonomi yang
kurang mendukung
3. Faktor
Napza
®
Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana
dengan harga “terjangkau”
®
Banyaknya iklan minuman beralkohol dan
rokok yang menarik untuk dicoba
®
Khasiat farakologik NAPZA yang
menenangkan, menghilangkan nyeri, menidur-kan, membuat
euforia/fly/stone/high/teler dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut
diatas memang tidak selau membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA.
Akan tetapi makin banyak faktor-faktor diatas, semakin besar
kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA.
Penyalahguna NAPZA harus
dipelajari kasus demi kasus.Faktor individu, faktor lingkungan
keluarga dan teman sebaya/pergaulan tidak selalu sama
besar perannya dalam
menyebabkan seseorang menyalahgunakan NAPZA. Karena faktor pergaulan,
bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga
yang harmonis dan cukup
kominikatif menjadi penyalahguna NAPZA
E. Penyalahgunaan
Napza
Deteksi dini
penyalahgunaan NAPZA bukanlah hal yang mudah,tapi sangat penting artinya untuk
mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Beberapa keadaan yang patut dikenali
atau diwaspadai adalah :
1. KELOMPOK
RISIKO TINGGI
Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang
belum menjadi pemakai atau terlibat dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai
risiko untuk terlibat hal tersebut, mereka disebut juga Potential User (calon pemakai,
golongan rentan). Sekalipun tidak mudah untuk mengenalinya, namun seseorang
dengan cirri tertentu (kelompok risiko tinggi) mempunyai potensi lebih besar
untuk menjadi penyalahguna NAPZA dibandingkan dengan yang tidak mempunyai ciri
kelompok risiko tinggi. Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a.
ANAK
Ciri-ciri pada anak yang mempunyai
risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA antara lain :
®
Anak yang sulit memusatkan perhatian
pada suatu kegiatan (tidak tekun)
®
Anak yang sering sakit
®
Anak yang mudah kecewa
®
Anak yang mudah murung
®
Anak yang sudah merokok sejak Sekolah
Dasar
®
Anak yang agresif dan destruktif
®
Anak yang sering berbohong,mencari atau
melawan tatatertib
®
Anak denga IQ taraf perbatasan (IQ
70-90)
b.
REMAJA
Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko
tinggi menyalahgunakan NAPZA :
®
Remaja yang mempunyai rasa rendah diri,
kurang percaya diri dan mempunyai citra diri negative
®
Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak
sabar
®
Remaja yang diliputi rasa sedih
(depresi) atau cemas (ansietas)
®
Remaja yang cenderung melakukan sesuatu
yang mengandung risiko tinggi/bahaya
®
Remaja yang cenderung memberontak
®
Remaja yang tidak mau mengikutu
peraturan/tata nilai yang berlaku
®
Remaja yang kurang taat beragama
®
Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA
®
Remaja dengan motivasi belajar rendah
®
Remaja yang tidak suka kegiatan
ekstrakurikuler
®
Remaja dengan hambatan atau penyimpangan
dalam perkembangan psikoseksual (pepalu,sulit bergaul, sering masturbasi,suka
menyendiri, kurang bergaul dengan lawan jenis).
®
Remaja yang mudah menjadi
bosan,jenuh,murung.
®
Remaja yang cenderung merusak diri
sendiri
c.
KELUARGA
Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko
tinggi,antara lain :
®
Orang tua kurang komunikatif dengan anak
®
Orang tua yang terlalu mengatur anak
®
Orang tua yang terlalu menuntut anaknya
secara berlebihan agar berprestasi diluar kemampuannya
®
Orang tua yang kurang memberi perhatian
pada anak karena terlalu sibuk
®
Orang tua yang kurang harmonis,sering
bertengkar,orang tua berselingkuh atau ayah menikah lagi
®
Orang tua yang tidak memiliki standar
norma baik-buruk atau benarsalah yang jelas
®
Orang tua yang todak dapat menjadikan
dirinya teladan
®
Orang tua menjadi penyalahgunaan NAPZA
F. GEJALA
KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA
1.
Perubahan
Fisik
Gejala fisik yang terjadi tergantung
jenis zat yang digunakan, tapi secara umum dapat digolongkan sebagai berikut :
®
Pada saat
menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel),
apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif,curiga
®
Bila kelebihan
disis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat,
kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.
®
Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) :
mata dan hidung berair,menguap terus menerus,diare,rasa sakit diseluruh
tubuh,takut air sehingga malas mandi,kejang, kesadaran menurun.
®
Pengaruh
jangka panjang, penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap
kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas
suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik)
2.
Perubahan
Sikap dan Perilaku
®
Prestasi sekolah menurun,sering tidak
mengerjakan tugas sekolah,sering membolos,pemalas,kurang bertanggung jawab.
®
Pola tidur berubah,begadang,sulit
dibangunkan pagi hari,mengantuk dikelas atau tampat kerja.
®
Sering berpegian sampai larut
malam,kadang tidak pulang tanpa memberi tahu lebih dulu
®
Sering mengurung diri, berlama-lama
dikamar mandi, menghindar bertemu dengan anggota keluarga lain dirumah
®
Sering mendapat telepon dan didatangi
orang tidak dikenal oleh keluarga,kemudian menghilang
®
Sering berbohong dan minta banyak uang
dengan berbagai alasan tapi tak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual
barang berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, mengomengompas
terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi.
®
Sering bersikap emosional, mudah
tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh
rahasia
G. PERALATAN
YANG DIGUNAKAN
Ada beberapa
peralatan yang dapat menjadi petunjuk bahwa seseorang mempunyai kebiasaan menggunakan
jenis NAPZA tertentu. Misalnya pada pengguna Heroin, pada dirinya, dalam
kamarnya, tasnya atau laci meja terdapat antara lain :
®
Jarum suntik insulin ukuran 1
ml,kadang-kadang dibuang pada saluran air di kamar mandi,
®
Botol air mineral bekas yang berlubang
di dindingnya,
®
Sedotan minuman dari plastic
®
Gulungan uang kertas,yang digulung untuk
menyedot heroin atau kokain,
®
Kertas timah bekas bungkus rokok atau
permen karet, untuk tempat heroin dibakar.
®
Kartu telepon,untuk memilah bubuk
heroin,
®
Botol-botol kecil sebesar jempol,dengan
pipa pada dindingnya
H. TERAPI
DAN REHABILITASI
Terapi dan
Rehabilitasi ketergantungan NAPZA tergantung kepada teori dan filosofi yang
mendasarinya. Dalam nomenklatur kedokteran ketergantungan NAPZA adalah suatu
jenis penyakit atay dusease entity yang dalan International classification of diseases
and health related problems-tenth revision 1992 (ICD-10) yang dikeluarkan oleh
WHO digolongkan dalam Mental and behavioral disorders due to psychoactive subsstance
use. Ketergantungan NAPZA secara klinis memberikan gambaran yang berbeda-beda
dan tergantung banyak faktor,antara lain :
® Jumlah
dan jenis NAPZA yang digunakan
® Keparahan
(severrity) gangguan dan sejauh mana level fungsi keperibadian terganggu
® Kondisi
psiikiatri dan medis umum
® Konteks
sosial dan lingkungan pasien dimana dia tinggal dan diharapkan
® Kesembuhannya
Sebelum
dilakukan intervensi medis, terlebih dahulu harus dilakukan assessment terhadap
pasien dan kemudian baru menentukan apa yang menjadi sasaran dari terapi yang
akan dijalankan Tatalaksana Terapi dan Rehabilitasi NAPZA terdiri dari :
® Outpatient
(rawat jala)
® Inpatient
(rawat inap)
® Residency
(Panti/Pusat Rehabilitasi)
1. TUJUAN
TERAPI DAN REHABILITASI
a.
Abstinensia atau menghentikan sama
sekali penggunaan NAPZA. Tujuan ini tergolong sangat ideal,namun banyak orang
tidak mampu atau mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini, terutama kalau
ia baru menggunakan NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong
dengan meminimasi efek-efek yang langsung atau tidak langsung dari NAPZA. Sebagian
pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu NAPZA tetapi kemudian
beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang lain.
b.
Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps
Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps .Bila pasien pernah menggunakan satu
kali saja setelah “clean” maka ia disebut “slip”. Bila ia menyadari
kekeliruannya,dan ia memang telah dobekali ketrampilan untuk mencegah
pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu
abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, Program terapi kognitif, Opiate
antagonist maintenance therapy dengan naltreson merupakan beberapa alternatif
untuk mencegah relaps.
c.
Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi
adaptasi sosial. Dalam kelompok ini,abstinensia bukan merupakan sasaran utama.
Terapi rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi
golongan ini.
2. PETUNJUK
UMUM
®
Terapi yang diberikan harus didasarkan
diagnosis, sama seperti bila menghadapi penyakit lain.
®
Bila dinilai mampu memberikan terapi,
lakukan dengan rasa tanggung jawab sesuai kode etik kedokteran. Bila ragu,
sebainya dirujuk ke dokter ahli.
®
Selain kemampuan dokter, perlu
diperhatikan fasilitas yang tersedia di puskesmas (apakah mempunyai fasilitas
dan tenaga terlatih di bidang kegawat daruratan)
®
Pasien dalam keadaan overdisis sebainya
dirawat inap di UGD RS Umum.
®
Pasien dalam keadaan intoksikasi dimana
pasien menjadi agresip atau psikotik sebainya dirawat inap di fasilitas rawat
inap, bila perlu dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa.
®
Pasien dirawat inap, karena mungkin akan
mengalami kejang dan delirium.
3. TERAPI
DAN REHABILITASI
Gawat darurat
medik akibat penggunaan NAPZA merupakan tanggung jawab profesi medis. Profesi
medis memegang teguh dan patuh kepada etika medis, karena itu diperlukan
keterampilan medis yang cukup ketat dan tidak dapat didelegasikan kepada
kelompok profesi lain. Salah satu komponen penting dalam keterampilan medis
yang erat kaitannya dengan gawat darurat medik adalah keterampilan membuat
diagnosis. Dalam rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA, profesi medis
(dokter) mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien ketergantungan
NAPZA melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu. Namun dalam kondisi
emergency, dokter merupakan pilihan yang harus diperhitungkan. Gawat Darurat
yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA Gawat Darurat yang terjadi meliputi
berbagai gejala klinis berikut :
a. Intoksikasi
b. Overdosis
c. Sindrom
putus NALZA
d. Berbagai
macam komplikasi medik (fisik dan psikiatrik)
Penting dalam kondisi
Gawat Darurat adalah ketrampilan menentukan diagnosis, sehingga dengan cepat
dan akurat dapat dilakukan intervensi medik. Berbagai bentuk Trapi dan
Rehabilitasi :
a.
TERAPI MEDIS ( TERAPI
ORGANO-BIOLOGI)
Terapi
ini antara lain ditujukan untuk :
1) TERAPI
TERHADAP KEADAAN INTOKSIKASI
Intoksikasi opioida : Beri Naloxone HC 1
0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang setelah 2-3 menit sampai 2-3 kali
Intoksikasi kanabis (ganja): Ajaklah
bicara yang menenangkan pasien. Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau
parenteral, Clobazam 3x10 mg.
Intoksikasi kokain dan amfetamin, Beri
Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral,atau Klordiazepoksid 10- 25 mg oral atau
Clobazam 3x10 mg. Dapat diulang setelah 30 menit sampai 60 menit. Untuk
mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral
Intoksikasi alkohol : Mandi air dingin
bergantian air hangat Minum kopi kental, Aktivitas fisik (sit-up,push-up) Bila
belum lama diminum bisa disuruh muntahkan.
Intoksikasi sedatif-hipnotif (Misal :
Valium,pil BK, MG,Lexo,Rohip): Melonggarkan pakaian, Membarsihkan lender pada
saluran napas Bila oksigen dan infus garam fisiologis
2) TERAPI TERHADAP KEADAAN OVER DOSIS
Usahakan
agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :
®
Lurus dan tengadahkan (ekstenikan) leher
kepada pasien (jika diperlukan dapat memberikan bantalan dibawah bahu)
®
Kendurkan pakaian yang terlalu ketat
®
Hilangkan obstruksi pada saluran napas
®
Bila perlu berikan oksigen
Usahakan agar peredaran darah berjalan lancer
®
Bila jantung berhenti, lakukan masase
jantung eksternal,injeksi adrenalin 0.1-0.2 cc I.M
®
Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan
ujung jari biru,hiperventilasi) karena sirkulasi darah yang tidak memadai, beri
infus 50 ml sodium bikarbonas
Pasang infus dan berikan cairan
(misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan kecepatan rendah (10-12 tetes permenit)
terlebih dahulu sampai ada indikasi untuk memberikan cairan. Tambahkan
kecepatan sesuai kebutuhan,jika didapatkan tanda-tanda kemungkinan dehidrasi.
Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
melihat kemungkinan adanya perdarahan atau trauma yang membahayakan. Observasi
terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan diazepam 10 mg melalui
IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20 menit jika kejang belum teratasi.
Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV
3) TERAPI
PADA SINDROM PUTUS ZAT
Terapi putus zat opioida, Terapi ini
sering dikenal dengan istilah detoksifikasi. Terapi detoksifikasi dapat
dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat inap. Lama program terapi
detoksifikasi berbeda-beda :
®
1-2 minggu untuk detoksifikasi
konvensional
®
24-48 jam untuk detoksifikasi opioid
dalam anestesi cepat (Rapid Opiate Detoxification Treatment)
Detoksifikasi
hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari
penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA. Beberapa jenis cara mengatasi putus
opioida : Tanpa diberi terapi
apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal atau cold turkey). Terapi hanya
simptomatik saja :
Untuk
nyeri diberi analgetika kuat seperti : Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam
mefenamat dan sebagainya.
Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya
fenilpropanolamin. Untuk mual beri
metopropamid. Untuk kolik beri spasmolitik. Untuk gelisah beri antiansietas. Untuk
insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepine
Terapi putus opioida bertahap (gradual
withdrawal). Dapat diberi morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi
sedikit demi sedikit. Misalnya yang digunakan di RS Ketergantungan Obat
Jakarta, diberi kodein 3 x 60 mg – 80 mg selanjutnya dikurangi 10 mg setiap
hari dan seterusnya. Disamping itu diberi terapi simptomatik. Terapi putus
opioida dengan substitusi non opioda. Dipakai Clonidine dimulai dengan 17
mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis diturunkan bertahap
dan selesai dalam 10 hari. Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg
atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.
Terapi putus opioida dengan metode
Detoksifikasi cepat dalam anestesi (Rapid Opioid Detoxification). Prinsip
terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja,di lakukan di RS dengan
fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan
dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1 tahun.
Trapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol
Harus secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test
toleransi dengan cara : Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan
bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali
secara bertahap 10 mg perhari sampai gejala putus zat hilang.
Terapi putus Kokain atau Amfetamin Rawat
inap perlu dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri.
Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi.
Terapi untuk waham dan delirium pada
putus NAPZA. Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan Ini.
Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5 mg/hari. Pada gangguan
waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg IM. Pada delirium putus
sedativa/hipnotika atau alkohol beri Diazepam seperti pada terapi intoksikasi
sedative/hipnotika atau alcohol.
Terapi putus opioida pada neonates Gejala
putus opioida pada bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami
ketergantungan opioida, timbul dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir.
Gejalanya antara lain : menangis terus(melengking), gelisah,sulit
tidur,diare,tidak mau minum, muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam,
berkeringat. Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya berikan
Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10
hari
4) TERAPI
TERHADAP KOMORBIDITAS
Setelah keadaan intoksikasi dan sindroma
putus NAPZA dapat teratasi, maka perlu dilanjutkan dengan terapi terhadap
gangguan jiwa lain yang terdapat bersama-sama dengan gangguan mental dan
perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (co-morbid psychopathology), sebagai
berikut :
®
Psikofarmakologis yang sesuai dengan
diagnosis
®
Psikoterapi individual
·
Konseling : bila dijumpai masalah dalam
komonikasi interpersonal
·
Psikoterapi asertif : bila pasien mudah
terpengaruh dan mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan yang bijaksana
·
Psikoterapi kognitif : bila dijumpai
depresi psikogen
Psikoterapi kelompok. Terapi keluarga
bila dijumpai keluarga yang patologik. Terapi marital bila dijumpai masalah
marital. Terapi relaksasi untuk mengatasi ketegangan. Dirujuk atau konsultasi
ke RS Umum atau RS Jiwa
5) TERAPI
TERHADAP KOMPLIKASI MEDIK
Terapi disesuaikan dengan besaran
masalah dan dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai disiplin ilmu
kedokteran. Misalnya :
·
Komplikasi Paru dirujuk ke Bagian
Penyakit Paru
·
Komplikasi Jantung di rujuk ke Bagian Penyakit
Jantung atau Interna/Penyakit Dalam
·
Komplikasi Hepatitis di rujuk ke Bagian
Interna/Penyakit Dalam
·
HIV/AIDS dirujuk ke Bagian Interna atau
Pokdisus AIDS
·
Dan lain-lain.
6) TERAPI
MAINTENANCE (RUMATAN)
Terapi maintenance/rumatan ini
dijalankan pasca detoksifikasi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi medis serta tidak kriminal. Secara medis terapi ini dijalankan
dengan menggunakan :
·
Terapi psikofarmaka,menggunakan
Naltrekson (Opiat antagonis), atau Metadon
·
Terapi perilaku, diselenggarakan
berdasarkan pemberian hadiah dan hukum
·
Self-help group,didasarkan kepada beberapa
fillosofi antara lain : 12- Steps
b. REHABILITASI
Setelah selesai detoksifikasi, penyalahguna
NAPZA perlu menjalani Rehabbilitasi. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang
telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan
NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi. Dengan
Rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat :
·
Mempunyai motivasi untuk tidak
menyalahgunakan NAPZA lagi ;
·
Mampu menolak tawaran penyalahgunakan
NAPZA;
·
Pulih kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah
dirinya;
·
Mampu mengelola waktu dan berubah
perilaku sehari-hari dengan baik;
·
Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau
bekerja;
·
Dapat diterima dan dapat membawa diri
dengan baik dalam pergaulan di lingkungannya.
Beberapa Bentuk
Program/Pendekatan Rehabilitasi yang ada,antara lain :
a.
Program Antagonis Opiat (Naltrexon)
Setelah detoksifikasi (dilepaskan dari
ketergantungan fisik) terhadap opioid (heroin/putauw/PT) penderita sering
mengalami keadaan rindu yang sangat kuat (craving, kangen,sugesti) terhadap
efek heroin. Antagonis opiat (Naltrexon HCI,) dapat mengurangi kuatnya dan
frekuensi datangnya perasaan rindu itu. Apabila pasien menggunakan opieat
lagi,ia tidak merasakan efek euforiknya sehingga dapat terjadi overdosis. Oleh karena
itu perlu seleksi dan psikoterapi untuk membangun motivasi pasien yang kuat sebelum
memutuskan pemberian antagonis. Antagonis opiate diberikan dalam dosis tunggal
50 mg sekali sehari secara oral, selama 3- 6 bulan. Karena hepatotoksik, perlu
tes fungsi hati secara berkala.
b. Program
Metadon
Metadon adalah opiat sintetik yang bisa
dipakai untuk menggantikan heroin yang dapat diberikan secara oral sehingga
mengurangi komplikasi medik. Program ini masih kontroversial, di Indonesia
program ini masih berupa uji coba di RSKO
c. Program
yang berorientasi psikososial
Program ini menitik beratkan berbagai
kegiatannya pada terapi psikologik (kognitif, perilaku, suportif, asertif,
dinamika kelompok, psikoterapi individu, desensitisasi dan lain-lain) dan
keterampilan sosial yang bertujuan mengembangkan keperibadian dan sikap mental
yang dewasa, serta meningkatkan mutu dan kemampuan komunikasi interpersonal. Berbagai
variasi psikoterapi sering digunakan dalam setting rehabilitasi. Tergantung
pada sasaran terapi yang digunakan.
·
Psikoterapi yang berorientasi analitik
mengambil keberhasilan mendatangkan insight sebagai parameter keberhasilan.
·
Psikoterapi yang menggunakan sasaran
pencegahan relaps seperti : Cognitivi Behaviour Therapy dan Relaps Prevention
Training
·
Supportive Expressive Psychotherapy
·
Psychodrama,art-therapy adalah
psikoterapi yang dijalankan secara individual Therapeutic Community berupa
program terstruktur yang diikutu oleh mereka yang tinggal dalam sutu tempet.
Dipimpin oleh bekas penyalahguna yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai
konselor,setelah melalui pendidikan dan latihan. Tenaga profesional hanya
sebagai konsultan saja.Disini penderita dilatih keterampilan mengelola waktu
dan perilakunya secara efektif serta kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat
mengatasi keinginan memakai NAPZA atau sugesti (craving) dan mencegah relap. Dalam
komonitas ini semua ikut aktif dalam proses terapi. Ciri perbedaananggota
dihilangkan. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak
membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap
perbuatannya,ganjaran bagi yang berbuat positif dan hukuman bagi yang
berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.
d. Program
yang berorientasi Sosial
Program ini memusatkan kegiatan pada
keterampilan sosial, sehingga mereka dapat kembali kedalam kehidupan masyarakat
yang normal,termasuk mampu bekerja.
e. Program
yang berorientasi kedisiplinan
Program ini menerapkan modifikasi
behavioral atau perilaku dengan cara melatih hidup menurut aturan disiplin yang
telah ditetapkan.
f. Program dengan Pendekatan Religi atau
Spiritual
Pesantren dan beberapa pendekatan agama
lain melakukan trial and error untuk menyelenggarakan rehabilitasi
ketergantungan NAPZA
g. Lain-lain
Beberapa profesional bidang kedokteran
mencoba menggabungkan berbagai modalitas terapi dan rehabilitasi. Hasil
keberhasilan secara ilmiah dan dapat dopertanggungj jawabkan masih ditunggu.
Beberapa bentuk terapi lainnya yang saat ini dikembangkan di Indonesia adalah
penggunaan tenaga dalam prana dan meditasi. Terapi yang mengandalkan adanya
kekuatan spiritual baik dalam arti kata kekuatan diri maupun Keagungan Allah
telah dikembangkan hampir diseluruh dunia. Dikenal The 12 step Recovery
Philosophy, Rational Recovery dan lain-lain.
c. PROGRAM PASCA RAWAT (AFTER CARE)
Setelah selesai mengikuti suatu program
rehabilitasi, penyalahguna NAPZA masih harus mengikuti program pasca rawat
(After care) untuk memperkecil kemungkinan relaps (kambuh). Setiap tempat/panti
rehabilitasi yang baik mempunyai program pasca rawat ini.
d. NARCOTICS
ANONYMOUS (NA)
NA adalah kumpulan orang,baik laki-laki
maupun perempuan yang saling berbagi rasa tentang pengalaman, kekuatan, dan
harapan untuk menyelesaikan masalah dan saling menolong untuk lepas dari NAPZA
(khususnya Narkotika). Satu-satunya syarat untuk menjadi anggota NA adalah
keinginan untuk berhenti memakai Narkotika. NA tidak terikat pada agama tertentu,pahak
politik tertentu maupun institusi tertentu. Mereka mengadakan pertemuan
seminggu sekali. Pertemuan ini biasanya tertutup,hanya bagi anggota saja atau
terbuka dengan mengundang pembicara dari luar. Mereka menggunakan beberapa
prinsip yang terhimpun dalam 12 langkah (the twelve steps).
I.
Presentase
Kasus Narkoba
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah penyalahguanaan NARKOBA / NAPZA khususnya pada
remaja adalah ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu
bangsa pada umumnya. Pengaruh NAPZA sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan
pribadinya, maupun dampak sosial yang ditimbulkannya.
Masalah pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi
tugas dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya
pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik,
tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan tersebut.Peran
orang tua dalam keluarga dan juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar
bagi pencegahan penanggulangan terhadap NAPZA.
B.
Saran
Dengan mengetahui fakta dan fenomena tersebut, diharapkan
pencegahan dalam penggunaan obat-obatan tersebut dapat lebih efektif mengingat
pengaruh yang sangat negative bagi jiwa dan raga pemakainya. Karena dengan
adanya kesadaran dari semua lapisan masyarakat akan bahaya NAPZA bagi kehidupan
akan mampu meminimalisir hal-hal negative yang akan terjadi akibat penggunaan
obat-obatan tersebut.
Daftar Pustaka
Maaf kenapa tidak ada Daftar Pustaka ya?
BalasHapusDaftar pustaka nya web ini:v
BalasHapus