Minggu, 17 Juli 2016

Makalah NAPZA



BAB I
PENDAHUULUAN
A.    Latar Belakang
Gangguan penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lain (NAPZA) merupakan masalah yang menjadi keprihatinan dunia international di samping masalah HIV/AIDS, kekerasan (violence), kemiskinan, pencemaran lingkungan, pemanasan global dan kelangkaan pangan. Sejak tahun 1987, PBB mengeluakan laporan tahunan konsumsi narkoba di dunia. Saat ini, sekitar 25 juta orang mengalami ketergantungan NAPZA. Di Indonesia pengguna NAPZA mencapai 3,8 juta jiwa. Yang menjadi lebih memprihatinkan adalah sebagian besar pengguna tersebut ternyata adalah usia produktif, dan sebagian besar di antaranya adalah remaja dan dewasa awal (20-30 tahun). 70 persen dari total pengguna NAPZA di Indonesia anak usia sekolah, 4 persen lebih siswa SMA dan selebihnya mahasiswa. Hal ini bila tidak segera ditanggulangi merupakan ancaman bagi kesejahteraan generasi yang akan datang, di mana anak sebagai generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional yang perlu untuk dilindungi (BNN, 2012).
Menurut perkiraan UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), sekitar 200 juta orang di seluruh dunia menggunakan NAPZA jenis narkotika dan psikotropika secara illegal. Kanabis merupakan jenis NAPZA yang paling sering di gunakan, diikuti dengan Amfetamin, Kokain, dan Opioida. Penyalahgunaan NAPZA jenis ini di dominasi oleh pria, dan juga lebih terlihat di kalangan kaum muda dibandingkan katagori usia lebih tua. Sebanyak 2,7% dari populasi dunia dan 3,9% dari seluruh orang berusia 15 tahun keatas telah menggunakan Kanabis paling sedikit sekali antara tahun 2000 dan 2001 (Depkes, 2008).
Berkembangnya jumlah pecandu NAPZA ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam (internal) diri meliputi: minat, rasa ingin tahu, lemahnya rasa ketuhanan, kesetabilan emosi. Faktor yang kedua adalah faktor dari luar (eksternal) diri meliputi: gangguan psikososial keluarga, lemahnya hukum terhadap pengedar dan pengguna narkoba, lemahnya sistem sekolah termasuk bimbingan konseling, lemahnya pendidikan agama.  Meskipun narkoba sangat diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan sesuai dengan standar pengobatan, terlebih jika disertai dengan peredaran narkoba secara gelap akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan perorangan ataupun masyarakat, khususnya generasi muda,
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah sampai ke tingkat yang sangat mengkhawatirkan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa 50% penghuni LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan) disebabkan oleh kasus narkoba. Berita criminal di media massa, baik media cetak maupun elektronik dipenuhi oleh berita tentang penyalahgunaan narkoba.
Korban narkoba meluas ke semua lapisan masyarakat dari pelajar, mahasiswa, artis, ibu rumah tangga, pedagang, supir angkot, anak jalanan, pekerja, dan lain sebagainya. Narkoba dengan mudahnya diperoleh, bahkan dapat diracik sendiri yang sulit dideteksi, pabrik narkoba secara ilegalpun sudah didapati di Indonesia.
Pemakaian narkoba di luar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, dan pemakaiannya bersifat patologik (menimbulkan kelainan) dan menimbulkan hambatan dalam aktivitas di rumah, sekolah atau kampus, tempat kerja dan lingkungan social. Ketergantungan narkoba diakibatkan oleh penyalahgunaan zat yang disertai dengan adanya toleransi zat (dosis semakin tinggi) dan gejala putus asa, yang memiliki sifat-sifat keinginan yang tak terhankan, kecenderungan untuk menambah takaran (dosis), ketergantungan fisik dan psikologis.
Kejahatan narkoba merupakan kejahatan international (International Crime), kejahatan yang terkoorganisir (Organize Crime), mempunyai jaringan yang luas, mempunyai dukungan dana yang besar dan sudah menggunakan teknologi yang canggih.
Narkoba mempunyai dampak negatif yang sangat luas ; baik secara fisik, psikis, ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan lainsebagainya. Bila penyalahgunaan narkoba tidak diantisipasi dengan baik, maka akan rusak bangsa dan negara ini. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang baik dari seluruh komponen bangsa untuk penanggulangan penyalahgunaan narkoba.  
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.
Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda.
Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA, melalui upaya Promotif, Preventif, Terapi dan Rehabilitasi.
Peran penting sektor kesehatan sering tidak disadari oleh petugas kesehatan itu sendiri, bahkan para pengambil keputusan, kecuali mereka yang berminat dibidang kesehatan jiwa, khususnya penyalahgunaan NAPZA. Bidang ini perlu dikembangkan secara lebih profesional, sehingga menjadi salah satu pilar yang kokoh dari upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Kondisi diatas mengharuskan pula Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dapat berperan lebih proaktif dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di masyarakat.
Dari hasil identifikasi masalah NAPZA dilapangan melalui diskusi kelompok terarah yang dilakukan Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat bekerja sama dengan Direktorat Promosi Kesehatan – Ditjen Kesehatan Masyarakat Depkes-Kesos RI dengan petugas-petugas puskesmas di beberapa propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Bali ternyata pengetahuan petugas puskesmas mengenai masalah NAPZA sangat minim sekali serta masih kurangnya buku yang dapat dijadikan pedoman.


B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian napza
2.      Untuk mengetahui jenis napza yang disalahgunakan
3.      Untuk mengetahui penyalahgunaan dan ketergentungan
4.      Untuk mengetahui penyalahgunaan napza
5.      Untuk mengetahui gejala klinis penyalahgunaan napza
6.      Untuk mengetahui peralatan yang digunakan dalam napza
7.      Untuk mengetahui cara terapi dan rahabilitasinya
8.      Untuk mengetahui presentase kasus narkoba


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Napza
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN, 2004).
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).
NAPZA (Narkotika, Psikoropika, Zat Adiktif) atau NARKOBA (Narkotika dan Obat Berbahaya) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, kedua istilah ini sering dipakai untuk menyebutkan jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan mental dan perilaku. Menurut UU RI no 5/1997, Psikotropika adalah obat baik alamiah maupun buatan, bukan narkotika yang bersifat atau berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika merupakan bahan alami atau buatan yang digunakan untuk pengobatan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Efek yang dapat ditimbulkan oleh psikotropika adalah depresant (menenangkan), stimulant (memberi penguatan), dan halusinogen (menimbulkan dunia hayalan). Zat adiktif adalah zat yang apabila dikonsumsi secara teratur, sering dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi). Zat adiktif yang dimaksud disini adalah zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut narkotika dan psikotropika.
NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obay/Bahan berbahaya. Istilah ini sangat populer di masyarakat termasuk media massa dan aparat penegak hukum yang sebetulnya mempunyai makna yang sama dengan NAPZA Ada juga menggunakan istilah Madat untuk NAPZA Tetapi istilah Madat tidak disarankan karena hanya berkaitan dengan satu jenis Narkotika saja, yaitu turunan Opium. Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya. Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum; seperti polisi (termasuk didalamnya Badan Narkotika Nasional), jaksa, hakim dan petugas Pemasyarakatan. Selain narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat tersebut adalah Napza yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Istilah napza biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi. Akantetapi pada intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap merujuk pada tiga jenis zat yang sama.

B.     Jenis Napza Yang Disalahgunakan
1.      NARKOTIKA (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika). Narkotika : adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-golongan :
a.       Narkotika Golongan I :
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
b.      Narkotika Golongan II :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin)
c.       Narkotika Golongan III :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein)
Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I :
®    Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain
®    Ganja atau kanabis, marihuana, hashis
®    Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.
2.      PSIKOTROPIKA (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika). Yang dimaksud dengan PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. PSIKOTROPIKA dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut.
a.      PSIKOTROPIKA GOLONGAN I :
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
b.      PSIKOTROPIKA GOLONGAN II :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
c.       PSIKOTROPIKA GOLONGAN III :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
d.      PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).
Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
®    Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
®    Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain
®    Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.
3.       ZAT ADIKTIF LAIN
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
a.      Minuman berakohol,
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
®           Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)
®           Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
®           Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput.)
b.      Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
c.       Tembakau : Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya. Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut :
1)      Sama sekali dilarang : Narkotoka golongan I dan Psikotropika Golongan I.
2)      Penggunaan dengan resep dokter : amfetamin, sedatif hipnotika.
3)      Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.
4)      Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan menjadi tiga golongan :
a.      Golongan Depresan (Downer) Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
b.      Golongan Stimulan (Upper) Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan esktasi), Kafein, Kokain
c.       Golongan Halusinogen Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin Macam-macam bahan Narkotika dan Psikotropika yang terdapat di masyarakat serta akibat pemakaiannya :
1)      OPIOIDA
Opioida dibagi dalam tiga golongan besar yaitu :
®    Opioida alamiah (opiat): morfin, cpium, kodein
®    Opioida semi sintetik : heroin/putauw, hidromorfin
®    Opioida sintetik : meperidin, propoksipen, metadon
 Nama jalannya putauw, ptw, black heroin, brown sugar.
Heroin yang murni berbentuk bubuk putih, sedangkan heroin yang tidak murni berwarna putih keabuan. Dihasilkan dari cairan getah opium poppy yang diolah menjadi morfin kemudian dengan proses tertentu menghasil putauw, dimana putauw mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin. Opioid sintetik yang mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin.
Opiat atau opioid biasanya digunakan dokter untuk menghilangkan rasa sakit yang sangat (analgetika kuat). Berupa pethidin, methadon, Talwin, kodein dan lain-lain Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian timbul rasa ingin menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan sipemakai akan kehilangan rasa percaya diri hingga tak mempunyai keinginan untuk bersosialisasi. Mereka mulai membentuk dunia mereka sendiri. Mereka merasa bahwa lingkungannya adalah musuh. Mulai sering melakukan manipulasi dan akhirnya menderita kesulitan keuangan yang mengakibatkan mereka melakukanpencurian atau tindak kriminal lainnya.
2)      KOKAIN
Kokain mempunyai dua bentuk yaitu : kokain hidroklorid dan free base. Kokain berupa kristal pitih. Rasa sedikit pahit dan lebih mudah larut dari free base. Free base tidak berwarna/putih, tidak berbau dan rasanya pahit.
Nama jalanan dari kokain adalah koka,coke, happy dust, charlie, srepet, snow salju, putih. Biasanya dalam bentuk bubuk putih.
Cara pemakaiannya : dengan membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau benda-benda yang mempunyai permukaan datar kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot deperti sedotan. Atau dengan cara dibakar bersama tembakau yang sering disebut cocopuff. Ada juga yang melalui suatu proses menjadi bentuk padat untuk dihirup asapnya yang populer disebut freebasing. Penggunaan dengan cara dihirup akan berisiko kering dan luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.
Efek rasa dari pemakaian kokain ini membuat pemakai merasa segar, kehilangan nafsu makan, menambah rasa percaya diri, juga dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah.
3)      KANABIS
Nama jalanan yang sering digunakan ialah : grass. Cimeng,ganja dan gelek,hasish,marijuana,bhang. Ganja berasal dari tanaman kanabis sativa dan kanabis indica. Pada tanaman ganja terkandung tiga zat utama yaitu tetrehidro kanabinol,kanabinol dan kanabidiol.
Cara penggunaannya adalah dihisap dengan cara dipadatkan mempunyai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok. Efek rasa dari kanabis tergolong cepat,sipemakai : cenderung merasa lebih santai,rasa gembira berlebih (euforia), sering berfantasi. Aktif berkomonikasi,selera makan tinggi,sensitif,kering pada mulut dan tenggorokan
4)      AMPHETAMINES
Nama generik amfetamin adalah D-pseudo epinefrin berhasil disintesa tahun 1887, dan dipasarkan tahun 1932 sebagai obat.Nama jalannya : seed,meth,crystal,uppers,whizz dan sulphate.
Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna putih dan keabuan,digunakan dengan cara dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet biasanya diminum dengan air. Ada dua jenis amfetamin :
®    MDMA (methylene dioxy methamphetamin), mulai dikenal sekitar tahun 1980 dengan nama Ekstasi atau Ecstacy. Nama lain : xtc, fantacy pils, inex, cece, cein. Terdiri dari berbagai macam jenis antara lain : white doft, pink heart, snow white, petir yang dikemas dalam bentuk pil atau kapsul
®    Methamfetamin ice, dikenal sebagai SHABU. Nama lainnya shabu-shabu. SS, ice, crystal, crank.
Cara penggunaan : dibakar dengan menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap, atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong)
5)      LSD (Lysergic acid)
Termasuk dalam golongan halusinogen,dengan nama jalanan : acid, trips, tabs, kertas. Bentuk yang bisa didapatkan seperti kertas berukuran kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar, ada juga yang berbentuk pil, kapsul.
Cara menggunakannya dengan meletakkan LSD pada permukaan lidah dan bereaksi setelah 30-60 menit sejak pemakaian dan hilang setelah 8-12 jam
Efek rasa ini bisa disebut tripping. Yang bisa digambarkan seperti halusinasi terhadap tempat. Warna dan waktu. Biasanya halusinasi ini digabung menjadi satu. Hingga timbul obsesi terhadap halusinasi yang ia rasakan dan keinginan untuk hanyut didalamnya, menjadi sangat indah atau bahkan menyeramkan dan lama-lama membuat paranoid.
6)      SEDATIF-HIPNOTIK (BENZODIAZEPIN)
Digolongkan zat sedatif (obat penenang) dan hipnotika (obat tidur). Nama jalanan dari Benzodiazepin : BK, Dum, Lexo, MG, Rohyp. Pemakaian benzodiazepin dapat melalui : oral,intra vena dan rectal Penggunaan dibidang medis untuk pengobatan kecemasan dan stres serta sebagai hipnotik (obat tidur).
7)      SOLVENT / INHALANSIA
Adalah uap gas yang digunakan dengan cara dihirup.Contohnya : Aerosol, aica aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry cleaning, tiner,uap bensin. Biasanya digunakan secara coba-coba oleh anak dibawah umur golongan kurang mampu/ anak jalanan.
Efek yang ditimbulkan : pusing, kepala terasa berputar, halusinasi ringan, mual, muntah, gangguan fungsi paru, liver dan jantung.
8)      ALKOHOL
Merupakan salah satu zat psikoaktif yang sering digunakan manusia. Diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi-umbian. Dari proses fermentasi diperoleh alkohol dengan kadar tidak lebih dari 15%, dengan proses penyulingan di pabrik dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai 100%.
Nama jalanan alkohol : booze, drink. Konsentrasi maksimum alkohol dicapai 30-90 menit setelah tegukan terakhir. Sekali diabsorbsi, etanol didistribisikan keseluruh jaringan tubuh dan cairan tubuh. Sering dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah maka orang akan menjadi euforia, mamun sering dengan penurunannya pula orang menjadi depresi.





C.    Penyalahgunaan Dan Ketergentungan
Penyalahgunaan dan Ketergantungan adalah istilah klinis/medik-psikiatrik yang menunjukan ciri pemekaian yang bersifat patologik yang perlu di bedakan dengan tingkat pemakaian psikologik-sosial, yang belum bersifat patologik.
1.      PENYALAHGUNAAN NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis,sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.
2.      KETERGANTUNGAN NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal syamptom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara “normal”
3.      TINGKAT PEMAKAIAN NAPZA.
a.       Pemakaian coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian NAPZA yang tujuannya ingin mencoba,untuk memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian pemakai berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain berlanjut pada tahap lebih berat.
b.      Pemakaian sosial/rekreasi (social/recreational use) : yaitu pemakaian NAPZA dengan tujuan bersenang-senang,pada saat rekreasi atau santai. Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap ini,namun sebagian lagi meningkat pada tahap yang lebih berat.
c.       Pemakaian Situasional (situasional use) : yaitu pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaan, dan sebagainnya, dengan maksud menghilangkan perasaan-perasaan tersebut.
d.      Penyalahgunaan (abuse): yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat patologik/klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari, tak mapu mengurangi atau menghentikan, berusaha berulang kali mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan fungsional atau okupasional yang ditandai oleh tugas dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan baik,perilaku agresif dan tak wajar, hubungan dengan kawan terganggu, sering bolos sekolah atau kerja, melanggar hukum atau kriminal dan tak mampu berfungsi secara efektif.
e.       Ketergantungan (dependence use) : (dependence use) : yaitu telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya. Agar tidak berlanjut pada tingkat yang lebih berat (ketergantungan), maka sebaiknya tingkat-tingkat pemakaian tersebut memerlukan perhatian dan kewaspadaan keluarga dan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan pada keluarga dan masyarakat.

D.    Penyebab Penyalahgunaan Napza
Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara factor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah sebagian berikut :
1.      Faktor individu :
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Ciri-ciri tersebut antara lain :
®    Cenderung membrontak dan menolak otoritas
®    Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti Depresi,Ccemas, Psikotik, Kkeperibadian dissosial.
®    Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku
®    Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan memiliki citra diri negatif (low self-esteem)
®    Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif
®    Mudah murung,pemalu, pendiam
®    Mudah mertsa bosan dan jenuh
®    Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran
®    Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun)
®    Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai lambing keperkasaan dan kehidupan modern.
®    Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.
®    Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”
®    Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan tegas
®    Kemampuan komunikasi rendah
®    Melarikan diri sesuatu (kebosanan,kegagalan, kekecewaan,ketidak mampuan, kesepian dan kegetiran hidup,malu dan lain-lain)
®    Putus sekolah
®    Kurang menghayati iman kepercayaannya
2.      Faktor Lingkungan :
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara lain adalah :
a.        Lingkungan Keluarga
®    Kominikasi orang tua-anak kurang baik/efektif
®    Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga
®    Orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagi
®    Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh
®    Orang tua otoriter atau serba melarang
®    Orang tua yang serba membolehkan (permisif)
®    Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan
®     Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA
®    Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten)
®    Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga
®    Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahduna NAPZA
b.      Lingkungan Sekolah
®    Sekolah yang kurang disiplin
®    Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA
®    Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif
®    Adanya murid pengguna NAPZA
c.       Lingkungan Teman Sebaya
®    Berteman dengan penyalahguna
®    Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar
d.      Lingkungan masyarakat/social
®    Lemahnya penegakan hukum
®    Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung
3.      Faktor Napza
®    Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga “terjangkau”
®    Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba
®    Khasiat farakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri, menidur-kan, membuat euforia/fly/stone/high/teler dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selau membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi makin banyak faktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA. Penyalahguna NAPZA harus dipelajari kasus demi kasus.Faktor individu, faktor lingkungan keluarga dan teman sebaya/pergaulan tidak selalu sama besar perannya dalam menyebabkan seseorang menyalahgunakan NAPZA. Karena faktor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga yang harmonis dan cukup kominikatif menjadi penyalahguna NAPZA

E.     Penyalahgunaan Napza
Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah hal yang mudah,tapi sangat penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Beberapa keadaan yang patut dikenali atau diwaspadai adalah :


1.       KELOMPOK RISIKO TINGGI
Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang belum menjadi pemakai atau terlibat dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko untuk terlibat hal tersebut, mereka disebut juga Potential User (calon pemakai, golongan rentan). Sekalipun tidak mudah untuk mengenalinya, namun seseorang dengan cirri tertentu (kelompok risiko tinggi) mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA dibandingkan dengan yang tidak mempunyai ciri kelompok risiko tinggi. Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a.       ANAK
Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA antara lain :
®    Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)
®    Anak yang sering sakit
®    Anak yang mudah kecewa
®    Anak yang mudah murung
®    Anak yang sudah merokok sejak Sekolah Dasar
®    Anak yang agresif dan destruktif
®     Anak yang sering berbohong,mencari atau melawan tatatertib
®    Anak denga IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)
b.      REMAJA
Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA :
®    Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri dan mempunyai citra diri negative
®    Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar
®    Remaja yang diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas)
®    Remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko tinggi/bahaya
®    Remaja yang cenderung memberontak
®    Remaja yang tidak mau mengikutu peraturan/tata nilai yang berlaku
®    Remaja yang kurang taat beragama
®     Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA
®    Remaja dengan motivasi belajar rendah
®    Remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler
®    Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan psikoseksual (pepalu,sulit bergaul, sering masturbasi,suka menyendiri, kurang bergaul dengan lawan jenis).
®    Remaja yang mudah menjadi bosan,jenuh,murung.
®    Remaja yang cenderung merusak diri sendiri
c.       KELUARGA
Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi,antara lain :
®    Orang tua kurang komunikatif dengan anak
®    Orang tua yang terlalu mengatur anak
®    Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar berprestasi diluar kemampuannya
®    Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk
®    Orang tua yang kurang harmonis,sering bertengkar,orang tua berselingkuh atau ayah menikah lagi
®    Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau benarsalah yang jelas
®    Orang tua yang todak dapat menjadikan dirinya teladan
®    Orang tua menjadi penyalahgunaan NAPZA

F.     GEJALA KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA
1.      Perubahan Fisik
Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara umum dapat digolongkan sebagai berikut :
®    Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif,curiga
®    Bila kelebihan disis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.
®     Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,menguap terus menerus,diare,rasa sakit diseluruh tubuh,takut air sehingga malas mandi,kejang, kesadaran menurun.
®    Pengaruh jangka panjang, penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik)
2.      Perubahan Sikap dan Perilaku
®    Prestasi sekolah menurun,sering tidak mengerjakan tugas sekolah,sering membolos,pemalas,kurang bertanggung jawab.
®    Pola tidur berubah,begadang,sulit dibangunkan pagi hari,mengantuk dikelas atau tampat kerja.
®    Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang tanpa memberi tahu lebih dulu
®    Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu dengan anggota keluarga lain dirumah
®    Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh keluarga,kemudian menghilang
®    Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, mengomengompas terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi.
®    Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia



G.    PERALATAN YANG DIGUNAKAN
Ada beberapa peralatan yang dapat menjadi petunjuk bahwa seseorang mempunyai kebiasaan menggunakan jenis NAPZA tertentu. Misalnya pada pengguna Heroin, pada dirinya, dalam kamarnya, tasnya atau laci meja terdapat antara lain :
®    Jarum suntik insulin ukuran 1 ml,kadang-kadang dibuang pada saluran air di kamar mandi,
®    Botol air mineral bekas yang berlubang di dindingnya,
®    Sedotan minuman dari plastic
®    Gulungan uang kertas,yang digulung untuk menyedot heroin atau kokain,
®    Kertas timah bekas bungkus rokok atau permen karet, untuk tempat heroin dibakar.
®    Kartu telepon,untuk memilah bubuk heroin,
®    Botol-botol kecil sebesar jempol,dengan pipa pada dindingnya

H.    TERAPI DAN REHABILITASI
Terapi dan Rehabilitasi ketergantungan NAPZA tergantung kepada teori dan filosofi yang mendasarinya. Dalam nomenklatur kedokteran ketergantungan NAPZA adalah suatu jenis penyakit atay dusease entity yang dalan International classification of diseases and health related problems-tenth revision 1992 (ICD-10) yang dikeluarkan oleh WHO digolongkan dalam Mental and behavioral disorders due to psychoactive subsstance use. Ketergantungan NAPZA secara klinis memberikan gambaran yang berbeda-beda dan tergantung banyak faktor,antara lain :
®    Jumlah dan jenis NAPZA yang digunakan
®    Keparahan (severrity) gangguan dan sejauh mana level fungsi keperibadian terganggu
®    Kondisi psiikiatri dan medis umum
®    Konteks sosial dan lingkungan pasien dimana dia tinggal dan diharapkan
®    Kesembuhannya
Sebelum dilakukan intervensi medis, terlebih dahulu harus dilakukan assessment terhadap pasien dan kemudian baru menentukan apa yang menjadi sasaran dari terapi yang akan dijalankan Tatalaksana Terapi dan Rehabilitasi NAPZA terdiri dari :
®    Outpatient (rawat jala)
®    Inpatient (rawat inap)
®    Residency (Panti/Pusat Rehabilitasi)
1.    TUJUAN TERAPI DAN REHABILITASI
a.       Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA. Tujuan ini tergolong sangat ideal,namun banyak orang tidak mampu atau mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini, terutama kalau ia baru menggunakan NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong dengan meminimasi efek-efek yang langsung atau tidak langsung dari NAPZA. Sebagian pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu NAPZA tetapi kemudian beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang lain.
b.       Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps .Bila pasien pernah menggunakan satu kali saja setelah “clean” maka ia disebut “slip”. Bila ia menyadari kekeliruannya,dan ia memang telah dobekali ketrampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, Program terapi kognitif, Opiate antagonist maintenance therapy dengan naltreson merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.
c.        Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam kelompok ini,abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.
2.      PETUNJUK UMUM
®    Terapi yang diberikan harus didasarkan diagnosis, sama seperti bila menghadapi penyakit lain.  
®    Bila dinilai mampu memberikan terapi, lakukan dengan rasa tanggung jawab sesuai kode etik kedokteran. Bila ragu, sebainya dirujuk ke dokter ahli.
®    Selain kemampuan dokter, perlu diperhatikan fasilitas yang tersedia di puskesmas (apakah mempunyai fasilitas dan tenaga terlatih di bidang kegawat daruratan)
®    Pasien dalam keadaan overdisis sebainya dirawat inap di UGD RS Umum.
®    Pasien dalam keadaan intoksikasi dimana pasien menjadi agresip atau psikotik sebainya dirawat inap di fasilitas rawat inap, bila perlu dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa.
®    Pasien dirawat inap, karena mungkin akan mengalami kejang dan delirium.
3.      TERAPI DAN REHABILITASI
Gawat darurat medik akibat penggunaan NAPZA merupakan tanggung jawab profesi medis. Profesi medis memegang teguh dan patuh kepada etika medis, karena itu diperlukan keterampilan medis yang cukup ketat dan tidak dapat didelegasikan kepada kelompok profesi lain. Salah satu komponen penting dalam keterampilan medis yang erat kaitannya dengan gawat darurat medik adalah keterampilan membuat diagnosis. Dalam rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA, profesi medis (dokter) mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu. Namun dalam kondisi emergency, dokter merupakan pilihan yang harus diperhitungkan. Gawat Darurat yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA Gawat Darurat yang terjadi meliputi berbagai gejala klinis berikut :
a.       Intoksikasi
b.      Overdosis
c.       Sindrom putus NALZA
d.      Berbagai macam komplikasi medik (fisik dan psikiatrik)
Penting dalam kondisi Gawat Darurat adalah ketrampilan menentukan diagnosis, sehingga dengan cepat dan akurat dapat dilakukan intervensi medik. Berbagai bentuk Trapi dan Rehabilitasi :
a.      TERAPI MEDIS ( TERAPI ORGANO-BIOLOGI)
Terapi ini antara lain ditujukan untuk :
1)      TERAPI TERHADAP KEADAAN INTOKSIKASI
Intoksikasi opioida : Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang setelah 2-3 menit sampai 2-3 kali
Intoksikasi kanabis (ganja): Ajaklah bicara yang menenangkan pasien. Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral, Clobazam 3x10 mg.
 Intoksikasi kokain dan amfetamin, Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral,atau Klordiazepoksid 10- 25 mg oral atau Clobazam 3x10 mg. Dapat diulang setelah 30 menit sampai 60 menit. Untuk mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral
 Intoksikasi alkohol : Mandi air dingin bergantian air hangat Minum kopi kental, Aktivitas fisik (sit-up,push-up) Bila belum lama diminum bisa disuruh muntahkan.
Intoksikasi sedatif-hipnotif (Misal : Valium,pil BK, MG,Lexo,Rohip): Melonggarkan pakaian, Membarsihkan lender pada saluran napas Bila oksigen dan infus garam fisiologis
2)       TERAPI TERHADAP KEADAAN OVER DOSIS
Usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :
®    Lurus dan tengadahkan (ekstenikan) leher kepada pasien (jika diperlukan dapat memberikan bantalan dibawah bahu)
®    Kendurkan pakaian yang terlalu ketat
®    Hilangkan obstruksi pada saluran napas
®    Bila perlu berikan oksigen
 Usahakan agar peredaran darah berjalan lancer
®    Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal,injeksi adrenalin 0.1-0.2 cc I.M
®    Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari biru,hiperventilasi) karena sirkulasi darah yang tidak memadai, beri infus 50 ml sodium bikarbonas
Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan kecepatan rendah (10-12 tetes permenit) terlebih dahulu sampai ada indikasi untuk memberikan cairan. Tambahkan kecepatan sesuai kebutuhan,jika didapatkan tanda-tanda kemungkinan dehidrasi.
Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau trauma yang membahayakan. Observasi terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan diazepam 10 mg melalui IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20 menit jika kejang belum teratasi. Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV

3)      TERAPI PADA SINDROM PUTUS ZAT
Terapi putus zat opioida, Terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi. Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat inap. Lama program terapi detoksifikasi berbeda-beda :
®    1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional
®    24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid Opiate Detoxification Treatment)
Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA. Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida :  Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal atau cold turkey). Terapi hanya simptomatik saja :
Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti : Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam mefenamat dan sebagainya.
 Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin.  Untuk mual beri metopropamid. Untuk kolik beri spasmolitik. Untuk gelisah beri antiansietas. Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepine
Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal). Dapat diberi morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit demi sedikit. Misalnya yang digunakan di RS Ketergantungan Obat Jakarta, diberi kodein 3 x 60 mg – 80 mg selanjutnya dikurangi 10 mg setiap hari dan seterusnya. Disamping itu diberi terapi simptomatik. Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda. Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari. Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.
Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi (Rapid Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja,di lakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1 tahun.
 Trapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol Harus secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan cara : Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg perhari sampai gejala putus zat hilang.
Terapi putus Kokain atau Amfetamin Rawat inap perlu dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi.
Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA. Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan Ini. Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5 mg/hari. Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg IM. Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri Diazepam seperti pada terapi intoksikasi sedative/hipnotika atau alcohol.
Terapi putus opioida pada neonates Gejala putus opioida pada bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami ketergantungan opioida, timbul dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya antara lain : menangis terus(melengking), gelisah,sulit tidur,diare,tidak mau minum, muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam, berkeringat. Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10 hari
4)      TERAPI TERHADAP KOMORBIDITAS
Setelah keadaan intoksikasi dan sindroma putus NAPZA dapat teratasi, maka perlu dilanjutkan dengan terapi terhadap gangguan jiwa lain yang terdapat bersama-sama dengan gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (co-morbid psychopathology), sebagai berikut :
®    Psikofarmakologis yang sesuai dengan diagnosis
®    Psikoterapi individual
·         Konseling : bila dijumpai masalah dalam komonikasi interpersonal
·         Psikoterapi asertif : bila pasien mudah terpengaruh dan mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan yang bijaksana
·         Psikoterapi kognitif : bila dijumpai depresi psikogen
Psikoterapi kelompok. Terapi keluarga bila dijumpai keluarga yang patologik. Terapi marital bila dijumpai masalah marital. Terapi relaksasi untuk mengatasi ketegangan. Dirujuk atau konsultasi ke RS Umum atau RS Jiwa

5)      TERAPI TERHADAP KOMPLIKASI MEDIK
Terapi disesuaikan dengan besaran masalah dan dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran. Misalnya :
·         Komplikasi Paru dirujuk ke Bagian Penyakit Paru
·          Komplikasi Jantung di rujuk ke Bagian Penyakit Jantung atau Interna/Penyakit Dalam
·         Komplikasi Hepatitis di rujuk ke Bagian Interna/Penyakit Dalam
·          HIV/AIDS dirujuk ke Bagian Interna atau Pokdisus AIDS
·         Dan lain-lain.
6)      TERAPI MAINTENANCE (RUMATAN)
Terapi maintenance/rumatan ini dijalankan pasca detoksifikasi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi medis serta tidak kriminal. Secara medis terapi ini dijalankan dengan menggunakan :
·         Terapi psikofarmaka,menggunakan Naltrekson (Opiat antagonis), atau Metadon
·         Terapi perilaku, diselenggarakan berdasarkan pemberian hadiah dan hukum
·          Self-help group,didasarkan kepada beberapa fillosofi antara lain : 12- Steps
b.      REHABILITASI
Setelah selesai detoksifikasi, penyalahguna NAPZA perlu menjalani Rehabbilitasi. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi. Dengan Rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat :
·         Mempunyai motivasi untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi ;
·         Mampu menolak tawaran penyalahgunakan NAPZA;
·          Pulih kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah dirinya;
·         Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik;
·         Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja;
·         Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan di lingkungannya.
Beberapa Bentuk Program/Pendekatan Rehabilitasi yang ada,antara lain :
a.       Program Antagonis Opiat (Naltrexon)
Setelah detoksifikasi (dilepaskan dari ketergantungan fisik) terhadap opioid (heroin/putauw/PT) penderita sering mengalami keadaan rindu yang sangat kuat (craving, kangen,sugesti) terhadap efek heroin. Antagonis opiat (Naltrexon HCI,) dapat mengurangi kuatnya dan frekuensi datangnya perasaan rindu itu. Apabila pasien menggunakan opieat lagi,ia tidak merasakan efek euforiknya sehingga dapat terjadi overdosis. Oleh karena itu perlu seleksi dan psikoterapi untuk membangun motivasi pasien yang kuat sebelum memutuskan pemberian antagonis. Antagonis opiate diberikan dalam dosis tunggal 50 mg sekali sehari secara oral, selama 3- 6 bulan. Karena hepatotoksik, perlu tes fungsi hati secara berkala.
b.      Program Metadon
Metadon adalah opiat sintetik yang bisa dipakai untuk menggantikan heroin yang dapat diberikan secara oral sehingga mengurangi komplikasi medik. Program ini masih kontroversial, di Indonesia program ini masih berupa uji coba di RSKO
c.       Program yang berorientasi psikososial
Program ini menitik beratkan berbagai kegiatannya pada terapi psikologik (kognitif, perilaku, suportif, asertif, dinamika kelompok, psikoterapi individu, desensitisasi dan lain-lain) dan keterampilan sosial yang bertujuan mengembangkan keperibadian dan sikap mental yang dewasa, serta meningkatkan mutu dan kemampuan komunikasi interpersonal. Berbagai variasi psikoterapi sering digunakan dalam setting rehabilitasi. Tergantung pada sasaran terapi yang digunakan.
·         Psikoterapi yang berorientasi analitik mengambil keberhasilan mendatangkan insight sebagai parameter keberhasilan.
·         Psikoterapi yang menggunakan sasaran pencegahan relaps seperti : Cognitivi Behaviour Therapy dan Relaps Prevention Training
·         Supportive Expressive Psychotherapy
·         Psychodrama,art-therapy adalah psikoterapi yang dijalankan secara individual Therapeutic Community berupa program terstruktur yang diikutu oleh mereka yang tinggal dalam sutu tempet. Dipimpin oleh bekas penyalahguna yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai konselor,setelah melalui pendidikan dan latihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja.Disini penderita dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif serta kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan memakai NAPZA atau sugesti (craving) dan mencegah relap. Dalam komonitas ini semua ikut aktif dalam proses terapi. Ciri perbedaananggota dihilangkan. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap perbuatannya,ganjaran bagi yang berbuat positif dan hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.
d.      Program yang berorientasi Sosial
Program ini memusatkan kegiatan pada keterampilan sosial, sehingga mereka dapat kembali kedalam kehidupan masyarakat yang normal,termasuk mampu bekerja.
e.       Program yang berorientasi kedisiplinan
Program ini menerapkan modifikasi behavioral atau perilaku dengan cara melatih hidup menurut aturan disiplin yang telah ditetapkan.
f.        Program dengan Pendekatan Religi atau Spiritual
Pesantren dan beberapa pendekatan agama lain melakukan trial and error untuk menyelenggarakan rehabilitasi ketergantungan NAPZA
g.       Lain-lain
Beberapa profesional bidang kedokteran mencoba menggabungkan berbagai modalitas terapi dan rehabilitasi. Hasil keberhasilan secara ilmiah dan dapat dopertanggungj jawabkan masih ditunggu. Beberapa bentuk terapi lainnya yang saat ini dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan tenaga dalam prana dan meditasi. Terapi yang mengandalkan adanya kekuatan spiritual baik dalam arti kata kekuatan diri maupun Keagungan Allah telah dikembangkan hampir diseluruh dunia. Dikenal The 12 step Recovery Philosophy, Rational Recovery dan lain-lain.
c.        PROGRAM PASCA RAWAT (AFTER CARE)
Setelah selesai mengikuti suatu program rehabilitasi, penyalahguna NAPZA masih harus mengikuti program pasca rawat (After care) untuk memperkecil kemungkinan relaps (kambuh). Setiap tempat/panti rehabilitasi yang baik mempunyai program pasca rawat ini.
d.      NARCOTICS ANONYMOUS (NA)
NA adalah kumpulan orang,baik laki-laki maupun perempuan yang saling berbagi rasa tentang pengalaman, kekuatan, dan harapan untuk menyelesaikan masalah dan saling menolong untuk lepas dari NAPZA (khususnya Narkotika). Satu-satunya syarat untuk menjadi anggota NA adalah keinginan untuk berhenti memakai Narkotika. NA tidak terikat pada agama tertentu,pahak politik tertentu maupun institusi tertentu. Mereka mengadakan pertemuan seminggu sekali. Pertemuan ini biasanya tertutup,hanya bagi anggota saja atau terbuka dengan mengundang pembicara dari luar. Mereka menggunakan beberapa prinsip yang terhimpun dalam 12 langkah (the twelve steps).


I.       Presentase Kasus Narkoba


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Masalah penyalahguanaan NARKOBA / NAPZA khususnya pada remaja adalah ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa pada umumnya. Pengaruh NAPZA sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan pribadinya, maupun dampak sosial yang ditimbulkannya.
Masalah pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan tersebut.Peran orang tua dalam keluarga dan juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penanggulangan terhadap NAPZA.
B.     Saran
Dengan mengetahui fakta dan fenomena tersebut, diharapkan pencegahan dalam penggunaan obat-obatan tersebut dapat lebih efektif mengingat pengaruh yang sangat negative bagi jiwa dan raga pemakainya. Karena dengan adanya kesadaran dari semua lapisan masyarakat akan bahaya NAPZA bagi kehidupan akan mampu meminimalisir hal-hal negative yang akan terjadi akibat penggunaan obat-obatan tersebut.


Daftar Pustaka


2 komentar: